Sabtu 17 Jul 2010 03:36 WIB

Penambangan Liar Sebabkan Daerah Aliran Sungai Kalbar Rusak Parah

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Barat menyatakan sekitar 30 persen daerah aliran sungai dalam kondisi rusak berat karena pengaruh penebangan hutan, penambangan emas tanpa izin (PETI), dan perkebunan sawit.

"Tiga daerah aliran sungai (DAS) di Kalbar yakni Kapuas, Pawan Ketapang, dan Sambas dalam kondisi rusak parah," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendi Chandra, disela dialog interaktif "Pentingnya Pengelolaan DAS dan Penataan Ruang" di Pontianak, Jumat.

Menurut dia, dari ketiga faktor itu, penambangan emas tanpa izin (PETI) yang paling berpengaruh dalam merusak DAS disusul perkebunan sawit dan penebangan hutan. Ia mencontohkan, di Sungai Landak, Kabupaten Landak, adalah sungai dengan tingkat kerusakan yang paling parah di Kalbar karena PETI.

"Jangankan untuk mandi, cuci dan kakus (MCK), untuk sarana transportasi saja sungai tersebut sudah tidak bisa karena alurnya mendangkal," kata Hendi.

Ia menyesali sungai sebagai urat nadi sebagian besar aktivitas masyarakat di provinsi itu namun tidak mendapat perhatian dari pemerintah sehingga kerusakan DAS dari tahun ke tahun semakin parah.

Ia memperkirakan 90 persen tingkat kerusakan DAS akibat PETI. Namun, lanjut dia, tindakan dan pencegahan masih terkesan lamban oleh aparat hukum dan pemerintah setempat.

"Apakah menunggu sungai kita dangkal sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi serta tidak bisa dijadikan jalur transportasi, baru bertindak," ujarnya.

Data Walhi Kalbar, ada beberapa kawasan DAS di provinsi itu yang berpotensi rusak, seperti Sungai Melawi dan Sungai Sintang, serta anak sungai di Kabupaten Landak, Bengkayang, Sanggau, dan Kubu Raya.

Sementara itu Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak, Mira S Lubis menyatakan, peran sungai cukup penting dan dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik minat turis luar berkunjung ke Kalbar. "Apalagi kita punya Sungai Kapuas yang terpanjang di dunia dalam satu pulau," ujarnya.

Ia berharap, pemerintah daerah dan LSM serta masyarakat satu persepsi dalam menjaga hutan lindung yang merupakan sumber air dari sungai.

Selain itu, kuota 30 persen untuk ruang terbuka hijau harus dipenuhi. "Bila perlu melebihi di atas kuota tersebut agar lingkungan dan DAS bisa terjaga hingga anak cucu kita mendatang," kata Mira S Lubis.

sumber : Ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement