Senin 29 Nov 2010 06:35 WIB

Penanganan Kasus Korupsi di Banten Terkendala Audit BPKP

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,SERANG-–Penanganan sedikitnya lima perkara dugaan korupsi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten hanya berjalan di tempat. Hal ini disebabkan oleh lambannya hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Berdasarkan data yang dihimpun dari Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Banten. Kasus dugaan korupsi tersebut yaitu dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Banten dalam kegiatan pengadaan buku tahun 2008, kasus penggunaan dana dari pinjaman daerah ke Bank Jabar-Banten Rp 200 miliar di Kabupaten Pandeglang.

Selain itu kasus penyalahgunaan wewenang kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang dalam kegiatan pengadaan ATK senilai Rp 800 juta, kasus manipulasi pelepasan hak tanah negara oleh PT Ustraindo di Kabupaten Tangerang, dan kasus dugaan suap senilai Rp 1,5 miliar terhadap 45 anggota DPRD Kabupaten Pandeglang dengan tersangka mantan Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspisus) Kejati Banten, Mukri, mengatakan untuk empat perkara masih menuggu hasil audit BPKP untuk menentukan nilai kerugian negaranya. “Namun untuk perkara Erwan Kurtubi masih terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi,” kata Mukri, Ahad (28/11).

Menurut Mukri, untuk mendapatkan audit BPKP pihaknya sudah tiga kali mengirimkan surat percepetanan kepada BPKP. Namun jawabnya selalu masih dalam proses pemeriksaan di BPKP Pusat. “Ini sudah kali ketiga kita sampaikan surat permohonan hasil audit BPKP, tapi hingga ini belum juga selesai,” kata Mukri.

Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Mustaqim, mengatakan, selama Januari - November 2010 ini, Kejati Banten sudah menyelesaikan sebanyak 8 perkara korupsi. Delapan kaus itu telah ditangkatkan dari penyidikan ke pentutan. “Saat ini kami juga tinggal menunggu hasil persidangan sebanyak 8 kasus yang telah kami limpahkan,” ujar Mustaqim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement