Selasa 26 Oct 2010 03:18 WIB

Kehadiran Asing Harus Picu Kompetisi Bank Syariah

Rep: EH Ismail/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kehadiran asing dalam dunia perbankan syariah nasional tak perlu mendapatkan kekhawatiran yang berlebihan. Sikap nasionalisme yang ingin menghindari dominasi modal asing dalam perbankan syariah nasional, hendaknya tidak dimaknai sebagai jalan buntu untuk investasi dari luar negeri.

Hal itu dikatakan Direktur Center for Islamic Studies in Finance, Economic, and Development (Cisfed), Masyhudi Muqorobin, terkait rencana Asian Finance Bank Berhad-Malaysia membeli saham tiga bank syariah di Indonesia. Masyhudi menerangkan, perbankan syariah nasional harus tetap membuka diri terhadap investasi asing selama hal itu bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan peran bank syariah dalam perekonomian nasional.

Terlebih, lanjut Masyhudi, dalam beberapa hal, bank-bank syariah yang sudah ada masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembiayaan dalam skala besar lantaran modal yang terbatas. “Sehingga masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bank-bank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar,” kata Masyhudi kepada Republika, Senin (25/10).

Secara internal, lanjut Masyhudi, penguatan modal yang didapatkan bank syariah mampu melecutkan agresifitas pasar bank tersebut. Sasarannya tentu saja peningkatan kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas serta menyimpan uangnya di bank-bank syariah. “Semakin luas pasarnya maka semakin bagus untuk perkembangan perbankan syariah nasional.”

Masyhudi menyatakan, tingginya animo pihak asing menanamkan modal/investasi di Indonesia, sejatinya menunjukkan betapa menggiurkannya potensi pasar bank syariah nasional. Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan penerapan syariah compliant yang sangat hati-hati, Masyhudi berkeyakinan, Indonesia akan menjadi pusat kegiatan perbankan syariah dunia di masa mendatang. Terlebih, pasar syariah nasional saat ini didominasi oleh nasabah-nasabah umum yang tidak terafiliasi dengan perusahaan pemerintah (BUMN).

Dari segi jumlah Dana Pihak Ketiga dan aset, kata Masyhudi, perbankan syariah nasional memang masih jauh dari Malaysia. Namun demikian, nasabah bank syariah di Malaysia umumnya adalah perusahaan-perusahaan negara yang memang disarankan pemerintah agar menaruh dananya di bank syariah.

“Kalau di Indonesia kan lain, walau masih kecil asetnya tapi dari segi nasabah mayoritas nasabah umum. Inilah yang dilihat asing sebagai potensi investasi yang menggiurkan,” papar Masyhudi.

Ke depan, Masyhudi menyarankan agar para pemangku kepentingan perbankan syariah untuk terus meningkatkan edukasi dan sosialisasi terhadap produk-produk perbankan syariah. “Kalau kita tak mau dikuasai asing, ya harus siap-siap diri. Jangan hanya menolak, tapi diam saja tanpa melakukan apa-apa,” tandas Masyhudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement