Rabu 01 Dec 2010 02:17 WIB

MES: Penerapan GCG Harus Substantif

Rep: Yogie Respati/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penerapan good corporate governance (GCG) harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Di sisi lain, GCG pun perlu diisi dengan pekerjaan yang substantif, tak sekadar simbol semata.

Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muliaman D Hadad, mengatakan, penerapan GCG penting karena dapat meningkatkan nilai perusahaan terkait. “Untuk itu, yang jadi tantangan adalah bagaimana simbol governance ini diisi dengan pekerjaan yang substantif melalui komite atau direksi untuk mengadakan pertemuan rutin dan memberikan masukan,” kata Muliaman yang juga deputi gubernur Bank Indonesia dalam seminar bulanan MES, beberapa waktu lalu.

Dengan dukungan GCG yang dilakukan perusahaan, tambahnya, hal itu akan dapat mendorong pertumbuhan berkesinambungan dan meningkatkan nilai bisnis bank. Anggota Tim Penyusun Pedoman Good Governance Bank Syariah (GGBS), Maulana Ibrahim, mengatakan, pelaksanaan GGBS harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Karena itu, diperlukan bentuk pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan perusahaan.

“Perkembangan dan dinamika bisnis syariah di Indonesia tidak hanya materi, tapi juga pemenuhan kebutuhan spiritual. Pedoman GGBS merupakan syarat sustainability business untuk menghindari kecenderungan perilaku bisnis yang menghalalkan segala cara,” kata Maulana.

Ia menjelaskan, pedoman GGBS merupakan landasan makro untuk pelaksanaan GCG bagi bisnis syariah yang bersumber pada Alquran dan hadis. Pedoman GGBS ini, lanjutnya, disusun dengan sistematika menggali landasan spiritual, kemudian penerapannya secara operasional serta praktik yang berlaku umum pada insititusi bisnis syariah.

Sementara itu, Direktur Bank Mega Syariah, Haryanto B Purnomo, mengatakan, saat ini aturan mengenai penerapan GCG di perbankan syariah telah cukup lengkap, seperti termuat dalam PBI No 11/33/PBI/2009 dan surat edaran BI No 12/13/DPbs tentang Pelaksanaan GCG bagi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS).

Namun, menurut dia, dalam penerapannya, ada yang belum maksimal karena terkadang ada masalah yang muncul, seperti penerapan sistem perhitungan margin syariah yang dianggap sama dengan konvensional, penerapan perilaku syariah yang belum sesuai harapan pemangku kepentingan, dan sengketa dengan nasabah.

Ia memaparkan, setidaknya ada tiga hal utama untuk mengoptimalkan penerapan GCG. Mereka adalah pembangunan SDM yang kompeten dan berkarakter syariah, pengukuran sosialisasi regulasi tentang GCG, serta pelaksanaan tugas tanggung jawab dan pembangunan budaya korporasi yang konsisten yang didasari komitmen sepenuh hati oleh jajaran manajemen dan staf.

“Jadi, leadership harus dibangun dengan memberi contoh dari level atas sampai bawah. Selain itu, penegakan hukum dan aturan juga diperlukan agar GCG bisa lebih maksimal,” paparnya.

Sekretaris Jenderal MES, M Syakir Sula, memberi usul agar dalam penerapan GCG juga disinggung mengenai personal syariah atau perilaku orang yang bekerja di lembaga keuangan syariah. Dalam GCG, tata kelola bank menerapkan lima prinsip, yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran.

“Secara keseluruhan, prinsip GCG sudah sesuai dengan syariah. Namun, setidaknya, dalam penerapan GCG juga disinggung orang yang terlibat di ekonomi syariah agar tidak melakukan hal yang terlampau jauh dari syariah,” kata Syakir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement