Kamis 28 Oct 2010 03:20 WIB

Ketika BMT Melawan Rentenir Pasar

Rep: EH Ismail/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA--Baitul Maal wa Tamwil (BMT) kian membuktikan diri menjadi lembaga pemberdaya eknomi umat. Salah satunya adalah BMT Fastabiq di Pati, Jawa Tengah. BMT ini mempu menggeser posisi rentenir dari kehidupan warga.

Kiprah Fastabiq tentu tak lepas dari kisah berdirinya pada 1998. Di tengah himpitan krisis ekonomi global, 22 orang mengumpulkan modal awal Rp 2 juta. Salah satu pendirinya adalah Muhammad Sapuan. Kepada //Republika ia menuturkan, lima tahun pertama menjalankan kegiatan usaha, para pengurus dan anggota BMT masih berkutat dengan masalah-masalah internal.

Komitmen awal dan niat baik pendirian BMT untuk pemberdayaan ekonomi umat, ternyata menjadi penyelamat Fastabiq. Fastabiq memulai pengembangan koperasi jasa keuangan syariah mereka dengan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat sekitar.

Secara bertahap, Fastabiq berhasil meraih arus dana masuk dari para tokoh masyarakat di Kecamatan Pati. Kas masuk inilah yang kemudian dikelola untuk memberikan pembiayaan kepada para pedagang kecil.

Sasaran utama Fastabiq adalah para pedagang pasar tradisional di Kecamatan Pati. Walaupun tanpa konflik, Fastabiq sadar, kehadiran mereka di tengah-tengah para pedagang pasar tradisional mengusik keberadaan para rentenir di sana.

Akibatnya, para rentenir makin agresif menawarkan pinjaman-pinjaman mudah (dana cepat). Namun, kehadiran Fastabiq yang menawarkan pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang adil, rupanya lebih memikat para pedagang pasar.

Satu per satu pedagang pun menjadi anggota dan memanfaatkan fasilitas pembiayaan BMT. Para rentenir perlahan tergusur dan mengalihkan sasarannya ke pasar-pasar tradisional yang lain.

Fastabiq berkesimpulan, betapa besar dampak pembinaan umat dan keuntungan ekonomi bila lembaga mereka meningkatkan usahanya ke pasar yang lain. Sejak saat itu, BMT ini menjadi lembaga pembiayaan syariah yang menjadikan pedagang pasar tradisional sebagai sasaran utama.

"Saat ini 70 persen pembiayaan BMT diberikan kepada para pedagang kecil," ujar Direktur BMT Fastabiq, Muhammad Ridwan.

Bersama sejumlah BMT lain di Kabupaten Pati, Fastabiq membentuk asosiasi BMT se-Kabupaten Pati. "Fokus kami utamanya para pedagang kecil di pasar-pasar," kata Ridwan yang juga termasuk salah satu pendiri Fastabiq.

Kini, 12 tahun pascakrisis ekonomi bisa dikatakan asosiasi BMT Kabupaten Pati sudah berhasil menyingkirkan praktik renten di pasar-pasar tradisional. "Kami bangga menjadi bagian dari usaha pemberdayaan umat ini, walaupun tentu saja praktik renten tidak bisa dikatakan mati total," kata Ridwan.

Kini aset Fastabiq pun terus membengkak. Jika semula bermodal Rp 2 juta, kini asetnya sudah menembus angka Rp 64 miliar. Dengan anggota lebih dari 15 ribu orang, pembiayaan yang diberikan Fastabiq mencapai Rp 55 miliar. Fastabiq kini juga sudah memiliki 18 kantor cabang.

Pada 2011, Fastabiq akan terus menggiatkan usaha mereka dan berencana membuat tujuh kantor cabang baru di Demak, Rembang, dan Blora. "Itu di luar satu kantor cabang di Majang, Jepara, yang akan kami resmikan bulan depan," jelas Ridwan.

Ridwan melanjutkan, Fastabiq akan tetap berkonsentrasi pada pemberdayaan ekonomi umat di pasar-pasar tradisional sambil meningkatkan fokus pemberdayaan terhadap kampung-kampung nelayan. Inilah lahan yang dinilai Fastabiq berpotensi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement