Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

Bea Cukai Ubah Ketentuan Impor Barang Lewat E-Commerce

Senin 17 Sep 2018 15:43 WIB

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.

Foto: Bea Cukai
Penerapan aturan baru ini akan dapat menciptakan persaingan yang sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lindungi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam negeri, pemerintah melalui Bea Cukai mengubah aturan terkait impor barang kiriman lewat e-commerce. Melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 112/PMK.04/2018, pemerintah melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis value) bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atas barang kiriman dari sebelumnya 100 dolar Amerika Serikat menjadi 75 dolar AS per orang per hari.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, mengungkapkan kebijakan ini diambil untuk menciptakan level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM yang membayar pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman. Serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.

“Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline,” ujar Heru seperti dalam siaran persnya, Senin (17/9).

Dengan diperbaruinya aturan barang kiriman ini, yang patut ditegaskan adalah pemerintah tidak melarang masyarakat untuk membeli atau membawa barang dari luar negeri. Namun yang lebih ditekankan adalah untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas de minimis value untuk tujuan komersial.

“Pemerintah ingin masyarakat dapat memanfaatkan pembebasan bea masuk dan PDRI untuk barang kiriman yang memang ditujukan untuk keperluan pribadi. Selain itu pemerintah tentu ingin mendorong produksi lokal, dan mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri,” tambah Heru.

Penyesuaian de minimis value ini juga merupakan rekomendasi dari World Customs Organization di mana hasil studi tentang perkembangan e-commerce menunjukkan bahwa praktik under-declaration, under-valuation, misdeclaration, splitting barang kiriman kian marak. Studi ini juga didukung oleh data penindakan yang telah dilakukan oleh Bea Cukai, khususnya di mana terdapat importir yang melakukan 400 kali impor dalam satu hari dengan nilai rata-rata per invoice-nya sekitar 75 dolar AS.

“Hal ini merupakan modus yang berhasil diendus Bea Cukai agar importir terbebas dari pengenaan bea masuk dan PDRI. Dari 400 kegiatan tersebut barang-barang yang diimpor terdiri dari  jam tangan, tas, baju, kacamata, dan sarung telepon genggam,” ungkap Heru.

Yang lebih mengejutkan, praktik tersebut dilakukan dari satu supplier di luar negeri dengan nilai 20.300 dolar AS dalam satu hari. Hal ini tentu menyebabkan terganggunya industri dalam negeri dan produksi lokal, di samping hilangnya potensi penerimaan negara, oleh karena itu WCO merekomendasikan de minimis value sebesar 75 dolar AS. Nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan negara Thailand yang hanya memberikan nilai pembebasan sebesar 28 dolar AS, dan Kanada sebesar 15 dolar AS.

Untuk mendukung penegakan perubahan aturan ini, Bea Cukai juga telah menerapkan smart system berupa sistem validasi dan verifikasi antisplitting dalam aplikasi impor barang kiriman dengan menggunakan algoritma khusus. “Bea Cukai juga akan mengintegrasikan sistem aplikasi barang kiriman dengan aplikasi lain terkait dengan prosedur penutupan manifes, sistem keberatan dan banding, serta pembetulan penetapan Pejabat Bea Cukai,” ujar Heru.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, menyatakan bahwa dengan diterapkannya perubahan aturan ini akan menciptakan persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku industri negeri. Penerapan aturan baru ini akan dapat menciptakan persaingan yang sehat tidak hanya untuk para retailer offline, namun juga retailer online yang menjual produk dalam negeri.

"Selain itu PMK ini ditujukan untuk menekan modus importasi barang yang tidak membayar Bea Masuk dan PDRI, menciptakan persaingan sehat antara retailer offline dan retailer online, mendorong penggunaan produk dalam negeri, dan menciptakan keadilan sesama pelaku usaha,” ungkap Tutum.

photo
Wakil Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta.

Heru menegaskan bahwa dalam menyusun perubahan aturan ini, Bea Cukai telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha. Perubahan aturan ini merupakan upaya nyata Bea Cukai untuk mengakomodir masukan dari para pelaku industri dalam negeri khususnya IKM, untuk mengeliminasi kesenjangan antara produk dalam negeri yang membayar pajak dengan produk impor yang masih membanjiri pasaran Indonesia.

"Sehingga diharapkan dengan adanya aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dapat dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri,” pungkas Heru.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
 
Terpopuler