Titik Nol Bernama Ramadhan

Red: A.Syalaby Ichsan

Selasa 20 Apr 2021 11:32 WIB

Ustaz Ahmad Faris BQ Foto: Dokpri Ustaz Ahmad Faris BQ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendakwah Ustaz Ahmad Faris BQ menyampaikan, segala sesuatu punya titik mulai. Dia mengatakan, bulan suci Ramadhan menjadi salah satu titik nol atau titik perubahan dalam kehidupan seorang mukmin. Dalam Ramadhan, momentum penting dalam Islam banyak terjadi, salah satunya Perang Badar.

Peristiwa itu mengubah situasi geopolitik di Timur Tengah saat itu. "Romawi dan Persia melihat ada kekuatan baru yang tumbuh di Madinah, dan itu dapat menjadi ancaman bagi mereka. Inilah titik nol peradaban yang dimulai oleh Rasulullah SAW. Bagaimana nabi membangun Madinah," tutur dia dalam keterangan tertulis yang diterima, Ahad (18/4).

Sejak hari pertama Rasulullah SAW membangun Madinah, terang Ustaz Faris, Nabi SAW mengajarkan untuk memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT dan solidaritas sesama manusia. Dia mengingatkan, momentum Ramadhan ini hanya datang sebentar. Allah SWT menyampaikan Ramadan merupakan ayyamam ma'dudat atau hari-hari terbatas.

Karena itu, menurut Ustaz Faris, Ramadhan memiliki makna tersendiri. "Orang-orang mukmin mengetahui dengan pasti pesan Allah SWT dalam kalimat ayyamam ma'dudat itu sebagai satu kesempatan dan pertaruhan, bahwa hari-hari yang bernilai di sisi Allah SWT itu akan sia-sia jika tidak digunakan dengan kebaikan-kebaikan," ujar Ustaz Faris.

Ada dua nilai penting dari kehadiran Ramadhan. Pertama adalah merasakan kehadiran Allah SWT. Selain melahirkan rasa takut, merasakan kehadiran Allah juga membuat seorang mukmin merasa aman. Segala yang dimakan akan habis dan segala yang dipakai akan usang. Tetapi segala sesuatu yang dititipkan kepada Allah SWT akan kekal abadi.

"Titik nol kehidupan itu di mulai dari dalam diri kita. Bagaimana kita melihat kebutuhan yang sesungguhnya kepada hati? Ketika hati dapat merasakan kehadiran Allah SWT, maka dia dapat merasakan kasih sayang itu mengalir terus ke dalam dirinya," ungkap Ustaz Faris.

Nilai yang kedua adalah memiliki solidaritas kepada sesama. Dengan menahan lapar dan haus menjadi bentuk empati kepada mereka yang kesulitan secara ekonomi. Kemudian pahala berlipat juga menunggu bagi yang peduli kepada sesama. Melalui proses ini, seorang mukmin dijanjikan mendapatkan ganjaran berupa dihapuskannya dosa-dosa yang lampau dan memulai kehidupannya dari titik nol.

"Sebab kita membantu manusia melakukan suatu amalan yang pahalanya tergantung Allah SWT mau memberi berapa pun. Ternyata bagian dari makanan yang ia konsumsi untuk berbuka puasa itu adalah sedekah terbaik dari kita. Ada andil yang luar biasa. Kita mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang berbuka puasa itu," imbuhnya.