Kamis 15 Apr 2021 22:11 WIB

Pembantaian Nasrani di Tanduk Afrika yang Diabadikan Alquran

Kisah Ashabul Ukhdud diabadikan dalam Alquran surat Al Buruj

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Kisah Ashabul Ukhdud diabadikan dalam Alquran surat Al Buruj. Ilustrasi Padang Pasir
Foto: Pixabay
Kisah Ashabul Ukhdud diabadikan dalam Alquran surat Al Buruj. Ilustrasi Padang Pasir

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA- Tanduk Afrika telah didiami manusia sejak zaman prasejarah. Bahkan, daerah itu diduga kuat menjadi hunian manusia pertama. Pada 2015 lalu, arkeolog menemukan tulang rahang manusia yang diketahui berusia 2,8 juta tahun di kawasan penelitian Ledi-Geraru, Afar, Ethiopia. 

Di negara yang sama, para ilmuwan sebelumnya juga berhasil menguak fosil tertua yang berkaitan dengan manusia purba, yakni rahang atas berusia 2,35 juta tahun.

Baca Juga

Catatan terawal mengenai sejarah Tanduk Afrika, menurut Paul B Henze dalam The Horn of Africa (1991), berasal dari peradaban lembah Sungai Nil. 

Sebuah prasasti dari masa 2.400 tahun sebelum Masehi (SM) menyebutkan, kerajaan Mesir Kuno menjalin hubungan dagang dengan suatu daerah yang bernama Tanah Punt. 

Para arkeolog menduga, Punt merujuk pada kawasan kota-kota pelabuhan yang merentang sekitar Laut Merah hingga Selat Bab al-Mandab memisahkan antara Djibouti dan Yaman. Sebagian ilmuwan menduganya lebih luas lagi, yakni meliputi seluruh pantai Tanduk Afrika. 

Henze meneruskan, beberapa pakar sejarah purba meyakini peradaban Mesir kuno bermula dari gelombang migrasi penduduk dataran rendah Tanduk Afrika ke sekitaran Sungai Nil. Mereka terpaksa pindah ke utara karena tanah tempat tinggalnya kian gersang atau meluasnya area gurun (desertifikasi) Sahara. 

Sesudah eksodus itu, kira-kira sejak 1070 SM peradaban Kush muncul di utara Gurun Nubia atau pinggiran Sungai Nil bagian tengah (kini Sudan). Kerajaan Kush bertahan hingga tiga abad pertama Masehi. Dalam rentang ratusan tahun lamanya itu, wilayah tersebut menjadi titik perjumpaan pelbagai kebudayaan besar dunia. Tidak hanya Mesir, tetapi juga Yunani, Romawi, serta Persia. 

Sekitar 590 SM, Kerajaan Kush memindahkan ibu kotanya ke arah selatan, tepatnya Meroe (Sudan). Sementara, pada abad pertama SM Kerajaan Aksum berdiri di Etiopia Utara. Kush dan Aksum saling bersaing untuk memperebutkan pengaruh di selu ruh Tanduk Afrika. Pada pertengahan abad keempat, Kush berupaya menyerang Aksum. Eksana I, raja Aksum saat itu, membalasnya dengan kekuatan yang jauh lebih besar. Sejak saat itu, berakhirlah riwayat Kerajaan Kush. 

Ezana I bukan hanya pemimpin yang sukses menguasai berbagai wilayah di Tanduk Afrika. Dialah raja Aksum pertama yang memeluk Nasra ni. Sosok yang berhasil meng ajaknya ke monoteisme ialah Fru mentius alias Aba Salama, seorang pendeta asal Tyre (Lebanon). Sejak masa Ezana I, Aksum menjadi salah satu negeri yang paling awal menjadikan Kristen sebagai agama resmi di dunia.

Aksum menjadi sebuah kerajaan besar yang bercorak maritim. Dapat dikatakan, Laut Merah sudah berada di dalam genggamannya. Sebagai kerajaan Kristen, Aksum otomatis terhubung baik secara sosial maupun politik dengan Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium.

Sementara, negeri tetangganya, yakni Arab Selatan disusupi pengaruh Kekaisaran Persia. Sejak abad pertama SM, Kerajaan Himyar berdiri dengan beribu kota di Zafar (kini sekitar Kota Yarim, Yaman). Meskipun mendeklarasikan dirinya sebagai Yahudi, faktanya raja Himyar berafiliasi dengan Persia yang menganut Majusi.

Sejatinya Aksum dan Himyar merupakan negara-negara penyangga (buffer states) antara hegemoni Byzantium dan Persia. Kedua negara adidaya itu saling berebut pengaruh di sekitar Tanduk Afrika.

Himyar makin beringas mengampanyekan politik anti-Kristen karena menganggap pemeluk agama itu sebagai pendukung Kerajaan Aksum. Rajanya saat itu, Dzu Nuwaas, tidak segan-segan menghukum rakyat yang kedapatan memeluk Kristen.

Bahkan, pada 523 M terjadilah pembantaian komunitas Nasrani di Najran (kini sebuah kota perbatasan Arab Saudi-Yaman). Alquran sampai-sampai mengabadikan peristiwa itu. Surat Al Buruj menyebut rezim Dzu Nuwaas sebagai ashabul ukhdud, 'orang-orang yang membuat parit.'

Sebab, mereka menyiksa kaum beriman dengan cara membakarnya hidup-hidup dalam parit besar yang dinyalakan api. Tragedi itu juga diceritakan dalam hadits panjang yang diriwayatkan Imam Muslim Nomor 3.005. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement