Selasa 06 Apr 2021 00:11 WIB

Djoko Tjandra Divonis 4,5 Tahun Penjara

Terdakwa terbukti menyuap sejumlah penegak hukum terkait pengecekan status red notice

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang putusan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/4). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang putusan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/4). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Djoko Tjandra terbukti menyuap sejumlah penegak hukum terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda Rp100 juta subsidier 6 bulan," kata ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/4).

Dalam pertimbangannya, terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan bagi Djoko. Untuk hal memberatkan, perbuatan Djoko tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi dan dilakukan untuk menghindari keputusan pengadilan. Sedangkan hal meringankan yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan telah berusia lanjut.

Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, penuntut umum meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Tjandra.

Dalam amar putusan Majelis Hakim menilai, Djoko Tjandra terbukti bersalah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. "Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Hakim Damis.

Hakim meyakini, Djoko terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan370 ribu dolar AS. Dia juga terbukti memberikan uang sebesar 100 ribu dollar AS kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Suap diberikan agar Djoko Tjandra bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Diketahui, Djoko Tjandra berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Selain itu, Djoko juga terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA. Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar 500 ribu dolar AS. Hakim menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Dalam amar putusan, Hakim juga menyatakan, bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking dalam pengurusan fatwa MA. Dalam permufakayan jahat ada uang yang dijanjikan sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Selain terbukti bersalah, dalam amar putusan, Majelis Hakim juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan tertanggal 4 Februari 2021.

Majelis Hakim menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.

Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement