Selasa 16 Feb 2021 10:06 WIB

Pasukan Keamanan Myanmar Lepaskan Peluru ke Pengunjuk Rasa

Pasukan keamanan Mynmar kerahkan tank dan lepaskan tembakan bubarkah pengunjuk rasa

Militer Mynmar. (ilustrasi)
Foto: Anadolu Agency
Militer Mynmar. (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pasukan keamanan Myanmar mengerahkan kendaraan lapis baja dan melepaskan tembakan untuk membubarkan ratusan ribu pengunjuk rasa yang memprotes kudeta atas pemerintahan sipil, pada Minggu malam.

Kendaraan lapis baja itu tiba pada Minggu malam di Yangon, Myitkyina dan Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, demikian laporan Channel News Asia.

Di ibu kota negara bagian Kachin, Myitkyina, tembakan pasukan keamanan Myanmar itu terdengar dalam siaran langsung di Facebook, meski belum jelas apakah itu peluru karet atau lainnya.

Selain ratusan ribu pengunjuk rasa yang memenuhi kota-kota besar, di hari kesembilan demonstrasi itu, penguasa militer juga harus menghadapi pemogokan pegawai pemerintah.

Pada saat yang sama, militer juga menangkap lima orang jurnalis, dua di antaranya adalah bekerja di The 74 Media.

Lewat tengah malam, warga Myanmar melaporkan adanya gangguan internet dan jaringan telekomunikasi.

Kedutaan besar negara-negara Uni Eropa, Inggris, AS, Kanada, dan 11 negara lainnya mengeluarkan pernyataan agar pasukan keamanan “menahan diri dari kekerasan terhadap demonstran dan warga sipil, yang memprotes penggulingan pemerintah sah mereka”.

Departemen Penerbangan Sipil melaporkan bahwa sejumlah staf mogok bekerja sejak 8 Februari, yang menyebabkan penundaan penerbangan internasional.

Kamis lalu, pasukan keamanan menahan empat pengawas lalu lintas udara dan sejak itu kabar mereka tak lagi terdengar.

Tentara juga mengepung bandara internasional di Yangon pada Minggu malam.

Begitu pula, kereta di sejumlah negara bagian tak beroperasi karena staf menolak untuk bekerja.

Saban malam, tentara melakukan penangkapan massal dan menggeledah properti pribadi.

Analis International Crisis Group, Richard Horsey, mengatakan aktivitas departemen pemerintah secara efektif terhenti.

“Ini berpotensi mempengaruhi fungsi-fungsi vital. Militer dapat menggantikan insinyur dan dokter, namun tidak untuk pengendali jaringan listrik dan gubernur bank sentral,” kata dia.

Militer Myanmar memberlakukan kondisi darurat selama setahun, sejak penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Mynt, beserta sederet tokoh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada 1 Februari lalu.

Selain itu, militer juga menyerahkan kekuasaan kepada panglima Min Aung Hlaing.

Alasan pengambilalihan kekuasaan tersebut adalah kegagalan pemerintah untuk bertindak atas “kecurangan pemilu” November lalu, sekaligus kegagalan menunda pemilihan karena pandemi Covid-19.

Pada pemilu itu, partai yang dipimpin Suu Kyi meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas.

Militer menuduh Suu Kyu dan partainya melakukan kecurangan besar-besaran, meski tanpa bukti.

Begitu pula, pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum menolak tuduhan militer tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement