Jumat 29 Jan 2021 18:43 WIB

Pemerintahan Biden Ragu dengan Komitmen Taliban

AS menilai tanpa komitmen akan sulit untuk melakukan perundingan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Taliban (ilustrsI).
Foto: AP/Ishtiaq Mahsud
Taliban (ilustrsI).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan AS di bawah Joe Biden saat ini diketahui masih skeptis terkait negosiasi penyelesaian masalah dengan Taliban. Menurut Pentagon, negosiasi sebenarnya bisa diupayakan jika kelompok militan tersebut memenuhi komitmennya berdasarkan kesepakatan 2020.

"Tanpa memenuhi komitmen mereka untuk meninggalkan terorisme dan menghentikan serangan kekerasan terhadap Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan ... sangat sulit untuk melihat jalan ke depan yang spesifik untuk penyelesaian yang dinegosiasikan," kata juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan dikutip dari VOA, Jumat (29/1).

Baca Juga

Namun demikian, pihaknya mengaku akan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut. Khususnya, ketika AS disebut telah berjanji dalam komitmen 2020 untuk melakukan penarikan pasukannya pada Mei 2021 mendatang.

Pejabat dan diplomat AS mengatakan bahwa hubungan antara Taliban, terutama cabang Jaringan Haqqani, dan Alqaidah tetap dekat. Oleh sebab itu, Kirby meminta Taliban memenuhi jaminan keamanannya.

"Sejauh ini, Taliban, secara sopan, enggan memenuhi persyaratan mereka," tambah Kirby.

Amerika Serikat, diketahui telah menarik 2.500 tentaranya di Afghanistan hingga bulan ini, di bawah pemerintahan Trump. Jumlah itu menjadikannya sebagai yang terendah di sana sejak 2001.

Kirby mengatakan, tidak ada keputusan yang dibuat oleh pemerintahan Joe Biden tentang jumlah pasukan di masa depan di Afghanistan. Namun, para diplomat ia klaim telah menyuarakan keprihatinan.

Sejauh ini, korban di konflik Afghanistan, melonjak pesat. Oleh sebab itu, Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan kepada mitranya dari Afghanistan pekan lalu, Amerika Serikat akan meninjau perjanjian perdamaian yang dicapai dengan Taliban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement