Jumat 15 Jan 2021 11:06 WIB

Komnas Pertanyakan Sah tidaknya Haji yang Disubsidi

Kewajiban menjalankan ibadah haji hanya diharuskan kepada mereka yang mampu

Rep: Ali Yusuf/ Red: A.Syalaby Ichsan
Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji dan Umrah, Dosen Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji dan Umrah, Dosen Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mempertanyakan sah tidaknya jamaah yang berangkat haji lewat subsidi. 

Menurut Mustolih, hal ini patut dikaji dari aspek syariah (hukum islam), apakah secara hukum dibolehkan haji disubsidi. Mengingat kewajiban menjalankan ibadah haji  hanya diharuskan kepada mereka yang mampu (istita’ah) secara ekonomi, tidak dari disubsidi.

"MUI dan ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah harus turut menjernihkan persoalan ini karena ini persoalan keumatan," kata dia kepada Republika, Jumat (15/1).

Mustolih mengatakan, beberapa waktu silam ada dana talangan dari bank untuk membantu calon jemaah yang punya kendala biaya. Setelah ada kajian mendalam, kebijakan tersebut dilarang karena menyangkut syarat istita’ah. Karena kalau tidak mampu membayar biaya, tidak diwajibkan berangkat haji.  

 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebelumnya meminta agar subsidi biaya haji dikurangi. Menurut Mustolih, wacana tersebut  bukan menjadi suatu hal baru. Tahun 2013 Ombudsman RI (ORI) sempat merilis kajian serupa, mempersoalkan asal biaya subsidi haji tersebut."Akan tetapi tidak diindahkan oleh Kementerian Agama maupun DPR."

Menurut Mustolih, kurangnya respon DPR dan Kemenag terhadap temuan Ombudsman sesungguhnya adalah kegelisahan yang selama ini sering disampaikan Komnas Haji dan Umrah. Selama hampir satu dekade belakangan, pihak elit-elit pejabat pemerintah maupun DPR sering membangun retorika kepada publik."Bahwa biaya haji Indonesia adalah baya haji yang paling murah se-Asia,"jelas dia.

Dia meminta retorika semacam ini harus segera dihentikan. Menurut dia, pandangan tersebut menyesatkan, disinformasi dan tidak sesuai dengan fakta. Yang terjadi sebenarnya, biaya murah itu harus dipikul oleh pihak lain, bukan atas dana pemerintah (APBN)."Melainkan jamaah yang menanti puluhan tahun sehingga menimbulkan ketidakadilan," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement