Selasa 22 Dec 2020 15:36 WIB

OJK: Restrukturisasi Perbankan Capai Rp 934 Triliun 

Realisasi restrukturisasi kredit ini sekitar 18 persen dari total kredit perbankan.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit perbankan senilai Rp 934,8 triliun yang diberikan kepada 7,5 juta debitur. Adapun realisasi ini sekitar 18 persen dari total kredit perbankan.
Foto: dok. Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit perbankan senilai Rp 934,8 triliun yang diberikan kepada 7,5 juta debitur. Adapun realisasi ini sekitar 18 persen dari total kredit perbankan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, restrukturisasi kredit perbankan senilai Rp 934,8 triliun yang diberikan kepada 7,5 juta debitur. Adapun realisasi ini sekitar 18 persen dari total kredit perbankan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengakui, saat ini realisasi memang lebih rendah. Jika ada yang melakukan restrukturisasi kredit, berasal dari debitur kecil yakni skala UMKM.

“Jumlah (restrukturisasi kredit) sekitar 18 persen dari total kredit yang diperkirakan mencapai 25 persen, ternyata tidak, lebih rendah,”  ujarnya saat acara 'Outlook Perekonomian Indonesia Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021', Selasa (22/12).

Menurutnya, saat ini jumlah debitur UMKM mencapai 5,8 juta dengan nominal Rp 371,1 triliun. Diharapkan adanya restrukturisasi kredit dapat membantu pelaku usaha bangkit dari pandemi Covid-19.

“Sekarang ini juga trennya sudah tidak ada (debitur) yang baru lagi (yang melakukan restrukturisasi). Nah ini luar biasa, sehingga inilah yang sekarang kita jaga supaya cepat bangkit,” ucapnya.

Ke depan, OJK berupaya melakukan langkah-langkah agar sektor keuangan tetap aman di tengah pandemi. “Pertama yang kami lakukan kita jaga agar tidak menjadi default, yang tidak menjadi default itu bukan saja sektor keuangannya saja tapi juga nasabahnya. Kalau bisnis biasa pasti default sehingga kita tahan, kita sanggah jangan menjadi default, dengan berbagai kebijakan kita,” ucapnya.

Menurutnya default bidang keuangan dapat diartikan sebagai kegagalan untuk memenuhi kewajiban hukum dari pinjaman.

“Lembaga keuangan supaya tidak default, POJK 11 pada Maret mengeluarkan agar menahan nasabah dulu jangan dikategorikan menjadi nonlancar, karena kalau dikategorikan non lancar nunggak tiga bulan, karena sebagian besar pasti nunggak. Nah ini kita tahan untuk tidak dikategorikan nonlancar sehingga juga lembaganya, bank maupun lembaga keuangannya tidak menjadi terkendala," ucapnya.

Wimboh menyebut saat ini upaya yang dilakukan OJK berhasil dengan baik karena semuanya masih berjalan dengan baik. Misalnya saja, perbankan secara statistik masih bagus, permodalannya tidak tergerus, dan likuiditasnya terjaga.

"Nasabah karena kita tahan tidak menjadi default masih bisa pinjam ke bank," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement