Ahad 20 Dec 2020 01:50 WIB

Mengapa Baca Alquran tak Menular ke Tradisi Literasi?

Tradisi membaca Alquran tidak merembes pada tradisi literasi

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Alquran
Foto: Republika/Yasin Habibi
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendikiawna Muslim, Yudi Latif mengapreasi Fachrodin Award 2020 yang digelar Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Karena, menurut dia, lomba menulis ini bisa menggalakkan kembali tradisi literasi di Indonesia, terutama di lingkungan Muhammadiyah.

“Saya sangat apresiasi tinggi terhadao insiatif Fachrodin Award, karena setidaknya dua pertimbangan. Pertama, karena award ini menggalakkan kembali tradisi literasi di lingkungan  Muhammaidyah, Keislaman, dan keindonesiaan,” ujar Yudi saat menjadi pembicara webinar bertema “Keteladanan Tokoh Lokal: Kontribusi Muhammadiyah Memajukan Negeri” pada Sabtu (19/12).

Dia mengatakan, di dalam sejarah kemajuan perabadan Eropa, kebiasaan orang-orang membaca kitab Bibel bisa merembes menjadi tradisi literasi yang kuat, terutama di lingkungan protestan. Namun, menurut dia, yang menjadi teka-teki besar adalah mengapa tradisi membaca Alquran di kalangan komunitas muslim tidak merembes pada tradisi literasi.  

“Jadi ini saya kira hal ini juga harus menjadi kesadaran, dan menjadi teka-teki besar juga kenapa tradisi orang Islam membaca Alquran atau paling tidak membaca terjemahan Alquran kok tidak merembes menjadi satu tradisi literasi yang kuat di kalangan komunitas muslim?” kata Yudi.

Padahal, menurut Yudi, seharusnya kebiasaan membaca kitab suci itu bisa menjadi basis untuk memperkuat literasi di berbagai bidang. Muhammadiyah, menurut dia, dulunya sudah berupaya untuk meluaskan tradisi literasi di kalangan umat Islam.

“Nah, Muhammadiyah itu lahir dengan kepeloporan untuk meluaskan tradisi baca di lingkunan umat Islam,” jelasnya.

Kedua, Yudi Latif memberikan apresiasi kepada Fachrodin Award karena juga bisa menumbuhkan kembali suatu cara untuk membaca sejarah dari bawah. Karena, menurut dia, selama ini seolah-olah sejarah itu isinya orang besar semua. Sementara, masyarakat yang berdarah-darah di akar rumput sekan-akan tidak mempunyai peran.

“Jadi tulisan-tulisan yang diseleksi dalam Fachrodin Award ini betul-betul menjungkirbalikkan cara kita melihat dari bawah, dan mungkin kita bisa datang dengan kesimpulan dan optimisme yang berbeda,” kata Yudi.

Dalam acara webinar tersebut, Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga mengumumkan para peraih Fachroddin Award 2020. Penghargaan disampaikan oleh Ketua MPI PP Muhammadiyah Muchlas kepada para pemenang Fachroddin Award.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement