Rabu 25 Nov 2020 13:33 WIB

Penangkapan Edhy Prabowo dan Peringatan Ekspor Benih Lobster

Komisi IV DPR sudah berulang kali mengingatkan kerawanan ekspor benih lobster.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kebijakan ekspor benih lobster yang dikeluarkan Edhy Prabowo diduga menyeretnya ke dalam pemeriksaan KPK. Pada Rabu (25/11) dini hari KPK menangkap Edhy Prabowo setiba di Tanah Air terkait ekspor benih lobster.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kebijakan ekspor benih lobster yang dikeluarkan Edhy Prabowo diduga menyeretnya ke dalam pemeriksaan KPK. Pada Rabu (25/11) dini hari KPK menangkap Edhy Prabowo setiba di Tanah Air terkait ekspor benih lobster.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Arif Satrio Nugroho, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Antara

Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin mengejutkan banyak pihak. Tapi kebijakan ekspor benih lobster yang diterbitkan Edhy sudah berulang kali diingatkan kepadanya setidaknya oleh Komisi IV DPR RI.

Baca Juga

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan mengatakan, Komisi IV sudah berulangkali mengingatkan Edhy Prabowo atas kebijakan ekspor benih lobster. Komisi IV kerap memberikan masukan mengenai ekspor benih lobster yang berkaitan dengan pelanggaran Permen KKP No 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster.

Johan menyebut, di awal berlakunya Permen tersebut ada perusahaan yang sudah ekspor tanpa melakukan pembudidayaan terlebih dahulu dan juga pelepasan hasil budidaya 30 persen sebelum ekspor. Kedua, kata Johan, berlipat gandanya perusahaan yang memperoleh izin ekspor benih lobster, mulai dari puluhan bahkan kabar terakhir sudah mencapai ratusan perusahaan.

"Banyaknya izin ini berpotensi disalahgunakan oleh oknum tertentu untuk mengambil keuntungan sesaat. Terakhir keputusan rapat tidak boleh ada ekspor sebelum PP PNBP keluar, tapi nyatanya jalan terus," ucap Johan.

Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto juga mendukung pernyataan Johan yang mengatakan komisinya sudah berulang kali mengingatkan kerawanan ekspor benih lobster. "Ekspor benih lobster dari awal sudah kami ingatkan karena kita sebagai produsen lobster tentu harus dijaga jangan malah ekspor benih," kata Bambang saat dikonfirmasi Republika.co.id melalui pesan singkat, Rabu (25/11).

Bambang mengatakan, mestinya pemerintah mempunyai semangat budi daya sekaligus memberdayakan nelayan. Dengan demikian maka nelayan memiliki nilai tambah untuk kesejahteraan.

Maka itu, terkait benih lobster yang menjadi perkara dalam kasus ini, Bambang mengingatkan bahwa yang perlu menjadi perhatian adalah unsur kehati-hatian. Unsur kehati-hatian itu diperlukan untuk menjaga kelestarian lobster itu sendiri.

"Juga mekanisme atau tata kelola harus cermat dan hati-hati serta di era keterbukaan ini semua bisa memantau setiap kebijakan dan di Komisi IV sudah sering kita ingatkan," kata politikus Demokrat ini menegaskan.

Kebijakan Komisi IV sejak awal tentang ekspor benih lobster adalah menolak pembukaan keran ekspor. Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengatakan benih lobster seharusnya dijaga keberlangsungannya.

“Walau jumlahnya katanya ada dua miliar, yang terpenting dia bagian dari laut, bagian dari ekosistem, biarkan dia tumbuh dan berkembang sendiri agar menjadi lobster,” ujar Dedi.

Selain itu, benih lobster akan diekspor ke Vietnam yang notabene adalah kompetitor Indonesia di sektor ekonomi. Termasuk kompetitor dalam sektor perikanan dan kelautan yang dinilai memiliki teknologi yang lebih baik. “Ini kan menjadi aneh, sudah menjadi kompetitor kok bahan bakunya kita kirim,” ujar Dedi.

Mayoritas anggota Komisi IV, kata Eddy, sebelumnya juga tak setuju dengan ekspor benih lobster Edhy. Rekomendasi untuk menghentikan kebijakan tersebut juga sudah disampaikan kepada Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

“Apabila nanti dibuat ada raker dengan KKP, ya saya akan terus menyampaikan bahwa benih lobster ini dihentikan,” ujar Dedi.

Meski begitu, ia berharap Edhy dapat melewati proses hukum ini dengan baik. “Kalau mengenai kasusnya kita tunggu saja nanti materi kasus yang dituduhkan,” ujar mantan Bupati Purwakarta itu.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan tangkap tangan terhadap Edhy berkaitan dengan ekspor benih lobster atau benur di KKP. "Benar KPK tangkap, berkait ekspor Benur, tadi pagi jam 01.23 di Soeta. Ada beberapa dari KKP dan keluarga yang bersangkutan (Edhi Prabowo), " kata Ghufron.

Hingga saat ini KPK belum mengeluarkan pernyataan resmi ke media terkait penangkapan Edhy. KPK masih melakukan pemeriksaan kepada Edhy. Penangkapannya diduga akibat terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor benih lobster.

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo, belum berkomentar mengenai penangkapan kadernya Edhy Prabowo dan istrinya yang juga anggota DPR dari Gerindra. “Kami sudah melaporkan kepada ketua umum kami dan arahan dari ketua umum untuk menunggu perkembangan lebih lanjut informasi dari KPK,” ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

Ia sendiri terakhir bertemu dengan Edhy sekira dua minggu yang lalu. Sebelum Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu bertolak ke Amerika Serikat.

“Tidak (menyampaikan agendanya), dia cuma bilang pamit saja ke Amerika,” ujar Dasco.

Partai Gerindra ditegaskannya tak mau berkomentar lebih lanjut perihal penangkapan Edhy sebelum adanya informasi resmi dari KPK. Termasuk soal dugaan kasus ekspor benur atau benih udang.

“Belum bisa menduga-duga sebelum mendapatkan keterangan resmi dari KPK,” tegas Dasco.

Mantan Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono, berpendapat operasi tangkap tangan KPK terhadap Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, akan berpengaruh terhadap elektabilitas Gerindra. "Nah, dengan ditangkapnya Edhy Prabowo maka tamat sudah cita-cita Prabowo Subianto jadi Presiden Indonesia. Serta akan berpengaruh terhadap elektabilitas Partai Gerindra," kata Arief ketika dikonfirmasi.

Penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK, katanya, merupakan tamparan keras bagi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo. Sebab Edhy Prabowo sangat dekat dengan Prabowo.

"Ini pelajaran besar sekaligus tabokan besar bagi Prabowo sebagai bos besarnya Edhy Prabowo, bahwa ternyata mulut yang sudah berbusa-busa dengan mengatakan korupsi di Indonesia sudah stadium empat ternyata justru Edhy Prabowo anak buahnya dan asli didikan Prabowo sendiri justru menjadi menteri pertama di era jokowi yang terkena operasi tangkap tangan oleh KPK," papar Arief.

Dia menambahkan sejak awal seharusnya Prabowo Subianto yang katanya ingin Indonesia bersih dari KKN mengingatkan dan melarang para kadernya dan keluarganya untuk memanfaatkan kekuasaan untuk berbisnis. "Contoh saja izin ekspor lobster banyak yang diberi izin kepada perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan kader Gerindra dan keluarga. Tapi Prabowo justru mendiamkan saja dan bisu seribu bahasa," ujar Arief.

Oleh karena itu, tambahnya, Prabowo Subianto harus bertanggung jawab kepada masyarakat pemilih Gerindra atas ketidakmampuan menjaga disiplin para kadernya hingga berpotensi besar menghancurkan marwah partai.

Bila Prabowo masih bungkam, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan pernyataan menghormati proses hukum di KPK. "Kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka dan profesional," ujar Presiden Joko Widodo.

Presiden menegaskan bahwa pemerintah terus mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. "Pemerintah konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," katanya.

photo
Penyelundupan benur lobster - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement