Senin 16 Nov 2020 10:59 WIB

Mengapa Hasil Tes Covid-19 Elon Musk Bisa Berbeda-beda?

Elon Musk sempat menjalani tes cepat Covid-19 disusul PCR.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Bos Tesla Elon Musk mengalami gejala demam. Ia telah menjalani empat kali rapid antigen test dan hasil tes membuatnya mempertanyakan akurasi pengujian.
Foto: EPA
Bos Tesla Elon Musk mengalami gejala demam. Ia telah menjalani empat kali rapid antigen test dan hasil tes membuatnya mempertanyakan akurasi pengujian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) di Amerika Serikat (AS) telah mengalami lonjakan dalam beberapa pekan terakhir. Saat ini, tercatat ada lebih dari 11 juta kasus penyakit wabah di seluruh wilayah negara itu.

Dilansir Fox News, di tengah kasus yang semakin meningkat, ada kekhawatiran mengenai keakuratan pengujian Covid-19. Belum lama ini, sejumlah pasien juga melaporkan hasil tes yang tidak akurat, seperti yang dikeluhkan CEO Tesla, Elon Musk.

Baca Juga

Melalui cicitan di jejaring sosial Twitter, Musk pada Jumat (13/11) lalu mengatakan menjalani empat tes cepat antigen Covid-19. Dua tes memiliki hasil negatif dan dua berikutnya malah positif.

Mengapa hasilnya bisa meragukan seperti itu? Seorang dokter sekaligus kontributor Fox News bernama Nicole Saphier menjelaskan tentang keakuratan pengujian Covid-19.

Menurut Saphier, kondisi yang dialami Musk memang lebih mungkin terjadi melalui rapid test atau metode pengujian cepat. Sebab, tes antigen menyaring protein virus, di mana ini dapat memiliki tingkat negatif palsu hingga 50 persen.

"Jauh lebih mungkin hasil negatif palsu tampak dari tes antigen yang menyaring protein virus, dibandingkan hasil positif palsu,” ujar Saphier.

Karena itu, selain opsi pengujian cepat, pasien yang dites positif Covid-19 sebaiknya juga menjalani tes PCR. Pengujian jenis ini dinilai jauh lebih akurat, di mana metode yang digunakan adalah menyaring materi virus genetik dan dibutuhkan beberapa hari dalam menunjukkan hasil.

"Jika hasil tes PCR menunjukkan positif, maka kemungkinan besar orang tersebut terjangkit Covid-19, baik memiliki gejala atau tidak," jelas Saphier.

Saphier menyebutkan, tes PCR bisa jadi positif pada orang yang tak merasakan gejala Covid-19. Itu karena banyak orang yang tidak mengembangkan gejala, namun ternyata sudah terinfeksi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Mereka biasa disebut positif Covid-19 asimptomatik.

Saphier juga mengungkapkan bahwa Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah mengeluarkan pernyataan kepada dokter dan teknisi laboratorium yang memperingatkan adanya peningkatan hasil positif palsu dari pengujian cepat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement