Kamis 12 Nov 2020 17:37 WIB

BI Telah Longgarkan Likuiditas Pasar Hingga Rp 672,4 Triliun

Pelonggaran moneter dilakukan melalui ekspansi moneter dan penurunan GWM.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) berkomitmen menjaga stabilitas keuangan di perbankan dengan pelonggaran moneter. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan BI telah melakukan Quantitative Easing (QE) sebesar Rp 672,4 triliun hingga saat ini.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) berkomitmen menjaga stabilitas keuangan di perbankan dengan pelonggaran moneter. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan BI telah melakukan Quantitative Easing (QE) sebesar Rp 672,4 triliun hingga saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berkomitmen menjaga stabilitas keuangan di perbankan dengan pelonggaran moneter. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan BI telah melakukan Quantitative Easing (QE) sebesar Rp 672,4 triliun hingga saat ini.

"Pelonggaran moneter dengan injeksi likuiditas ke perbankan ini untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional," katanya dalam Rapat Kerja KSSK dengan DPR RI, Kamis (12/11).

Baca Juga

Pelonggaran moneter dilakukan melalui ekspansi moneter Rp 501,6 triliun dan penurunan GWM sebesar Rp 155 triliun. QE tersebut merupakan salah satu dari bauran kebijakan yang ditempuh untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi Covid-19.

Perry mengatakan sejak merebaknya Covid-19, Bank Indonesia berkomitmen penuh untuk mengarahkan seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Koordinasi erat juga dilakukan dengan Pemerintah dan KSSK, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Selain QE, penguatan bauran kebijakan juga dilakukan dengan penurunan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang sudah dilakukan sebanyak empat kali dalam 2020 sebesar 100 bps menjadi 4,00 persen. Keputusan ini sejalan dengan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta dengan mempertimbangkan rendahnya tekanan inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah.

"Tentu masih terbuka ruang lebar untuk penurunan lagi, kita lihat nanti kondisi ekonominya," katanya.

Selain itu, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN dari pasar sekunder, di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global. Pelonggaran kebijakan makroprudensial juga dilakukan, seperti Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), rasio Loan to Value (LTV) atau Uang Muka penyaluran kredit termasuk untuk kredit kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

"BI juga komitmen untuk penyediaan pendanaan dan berbagi beban untuk pembiayaan APBN guna mendukung program pemulihan ekonomi nasional melalui pembelian SBN dari pasar perdana dan secara langsung," katanya. 

Juga, penyediaan pendanaan bagi LPS untuk antisipasi maupun penanganan bank bermasalah melalui mekanisme repo dan atau pembelian SBN berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 2020. BI juga mempercepat digitalisasi sistem pembayaran berdasarkan untuk percepatan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi melalui kolaborasi antara bank dan fintech untuk melebarkan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement