Senin 26 Oct 2020 05:57 WIB

Soal Muslim Xinjiang, Mengapa Negara Timteng Seakan Diam?

Negara-negara Timur Tengah seakan diam sikapi Muslim Xinjiang.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nashih Nashrullah
Negara-negara Timur Tengah seakan diam sikapi Muslim Xinjiang. Kamp Vokasi Muslim Xinjiang.
Foto: AP Photo
Negara-negara Timur Tengah seakan diam sikapi Muslim Xinjiang. Kamp Vokasi Muslim Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Beberapa tahun terakhir, otoritas Cina telah menahan lebih dari satu juta penduduk Muslim Uighur Xinjiang di beberapa kamp. Tindakan itu memicu pertentangan karena China diklaim membatasi hak kebebasan beragama dan memaksa penduduk Uighur untuk melakukan aborsi, menggunakan kontrasepsi dan lainnya.

Namun demikian, ada pemandangan unik ketika pemimpin Muslim di Bahrain, Mesir, Iran, Irak, Maroko, Pakistan, Palestina, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab, dan Yaman ikut berpartisipasi dalam pernyataan Kuba pada 6 Oktober lalu. Padahal, pernyataan itu justru memuji tanggapan China pada ancaman teroris dan ekstremisme, serta tindakan yang diambilnya untuk melindungi HAM di semua kelompok etnis Xinjiang. 

"’Baru-baru ini pada Desember 2018, Komisi Hak Asasi Manusia Independen di Organisasi Kerjasama Islam (OKI), juga mengakui bahwa Muslim Uighur menjadi sasaran dan "dipaksa untuk mengikuti dan mengadopsi nilai-nilai serta praktik budaya yang bertentangan dengan keyakinan agama mereka,’’ kata asisten editor pengelola di The National Interest, Adam Lammon mengutip national interest, Ahad (25/10).

Lammon melanjutkan, hal itu bertentangan dengan pernyataan pada Maret lalu jika mengutip Alexandra Ma dari Business Insider. Menurutnya, OKI telah mengubah nadanya: organisasi tersebut malah memuji upaya hak asasi manusia China dan mengungkapkan keinginannya dalam "kerja sama di masa depan" dengan Beijing.

Jika menilik pada kepentingan beberapa negara di Xinjiang, ada gambaran tren yang serupa. 

Walaupun pada awalnya menteri urusan agama Pakistan telah mengkritik tindakan keras China di Xinjiang pada September 2018, Islamabad melakukan perubahan empat bulan kemudian ketika Kementerian Luar Negeri mengecam kekhawatiran internasional sebagai plot asing untuk "membuat sensasi masalah [Uighur].

Hal serupa juga ditegaskan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, menurut dia, pihaknya lebih menyukai diskusi dengan China. Hal itu perlu diakui, karena baginya China telah membantu negaranya ketika berada di titik terendah.

Ungkapan Pakistan itu dinilai Lammon wajar. Pasalnya Beijing juga telah menjanjikan lebih dari USD 60 miliar untuk membangun Koridor Ekonomi China-Pakistan yang menghubungkan wilayahnya dengan Laut Arab. Hal serupa juga terjadi di Arab Saudi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement