Rabu 21 Oct 2020 12:45 WIB

Peneliti CIPS: UU Ciptaker Kuatkan Produksi Pangan Domestik

Peneliti CIPS sebut UU Ciptaker kembangkan sektor pertanian.

Peneliti CIPS: UU Ciptaker Kuatkan Produksi Pangan Domestik. Foto: Ilustrasi penanaman benih pertanian
Peneliti CIPS: UU Ciptaker Kuatkan Produksi Pangan Domestik. Foto: Ilustrasi penanaman benih pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Riset Center for Indonesian Policy Study (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan UU Cipta Kerja (Ciptaker) bisa memberikan dampak positif kepada perkembangan sektor pertanian. Ini karena dapat memperkuat produksi pangan domestik dan melindungi petani kecil.

"Kalau produksi pangan dalam negeri ditingkatkan, petani bisa diuntungkan," kata Felippa dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (21/10).

Baca Juga

Melalui regulasi itu, ia menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangan berkewajiban mengutamakan dan meningkatkan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Dengan adanya kewajiban peningkatan pangan domestik ini, berarti terdapat upaya untuk meningkatkan kualitas panen melalui penyediaan pupuk maupun benih yang dapat menekan biaya dan mampu mendorong produktivitas hasil panen.

"Bisa juga kualitas pangan domestik ditingkatkan, sehingga harga jual jadi membaik. Ini harapannya bisa mendorong pendapatan petani," katanya.

Ia memastikan persoalan pangan menjadi perhatian pemerintah, karena berdasarkan data Global Food Security Index, Indonesia berada di ranking 62 dari 113 negara untuk ketahanan pangan.

Peringkat yang berada di tengah-tengah tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan bernutrisi karena harga yang mahal dan tidak terjangkau.

Felippa tidak memungkiri UU Cipta Kerja memungkinkan pemerintah melakukan impor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, impor ini tidak bisa dilakukan ugal-ugalan oleh pemerintah.

UU Cipta Kerja telah mengatur perubahan Pasal 12 ayat 2 dan Pasal 36 ayat 3 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Dua pasal itu menegaskan bahwa impor bisa dilakukan dengan memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudidaya ikan, pelaku usaha pangan mikro dan kecil, melalui kebijakan tarif dan non-tarif.

"Jadi tidak langsung membuka keran impor dan banjir, tetapi tetap ada keseimbangan dengan produksi pangan lokal," katanya

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement