Kamis 15 Oct 2020 16:08 WIB

Membendung Dinasti Politik, Begini Caranya Kata Pakar

Maraknya dinasti politik terjadi karena rendahnya proses kaderisasi oleh partai polit

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Djohermansyah Djohan
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Djohermansyah Djohan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan melihat, ada persoalan di partai politik dan pemerintah yang membuat dinasti politik marak terjadi. Namun, dia mengungkapkan, ada sejumlah cara agar hal ini tak lagi masif terjadi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) selanjutnya.

“Pertama, calon (kepala daerah) wajib punya pengalaman kerja publik, baik kepartaian atau pemerintahan paling kurang lima tahun. Agar menghindari calon ujug-ujug diusung oleh parpol atau koalisinya,” ujar Djohan dalam webinar yang digelar oleh Nagara Institute, Kamis (15/10).

Kedua, perlu adanya uji publik calon kepala daerah oleh partai politik. Hal ini perlu dilakukan untuk menyoroti rekam jejak si calon dan mengatasi adanya kongkalikong antara koalisi partai.

Selanjutnya, adanya syarat pendidikan bagi calon kepala daerah yang paling rendah adalah S1 dan berusia minimal 40 tahun untuk gubernur. “Lalu 35 tahun untuk bupati atau wali kota, untuk menjamin kualitas kepemimpinan pemda,” ujar Djohan.

 

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu juga mengusulkan, adanya larangan rangkap jabatan antara pemerintahan daerah dan partai politik. Aturan ini perlu diterapkan untuk mencegah manipulasi kerabat dalam Pilkada.

Di samping itu, kepala daerah yang kerabatnya diketahui maju dalam pilkada di daerahnya, wajib cuti di luar tanggungan negara. Ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang selama tahapan Pilkada.

Direktur eksekutif Nagara Institute, Akbar Faizal mengatakan, maraknya dinasti politik terjadi karena rendahnya proses kaderisasi oleh partai politik. Pragmatisme yang terjadi saat ini adalah ketika partai mengusung sosok yang memiliki elektabilitas dan modal yang besar.

Untuk itu, dia mengusulkan, adanya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Agar partai dapat menjadi laboratorium yang menyiapkan calon pimpinan daerah di masa depan.

“Agar mengharuskan seorang calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik telah berproses menjadi kader partai, sekurang-kurangnya selama lima tahun,” ujar Akbar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement