Senin 12 Oct 2020 16:31 WIB

Wapres: UU Ciptaker Respons atas Tuntutan Lapangan Kerja

Jika masyarakat punya aspirasi untuk aturan teknis UU Ciptaker, silakan disampaikan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Fuji Pratiwi
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. Wapres mengatakan, UU Cipta Kerja merupakan respons pemerintah atas tuntutan penciptaan lapangan kerja.
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. Wapres mengatakan, UU Cipta Kerja merupakan respons pemerintah atas tuntutan penciptaan lapangan kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan, Undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan adalah respons pemerintah atas tuntutan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja, perbaikan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha.

Kiai Ma'ruf menjelaskan, selama ini penciptaan iklim kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh berbelit serta tumpang-tindihnya aturan. Sehingga birokrasi investasi memerlukan waktu yang panjang. Kondisi ini berdampak pada terhambatnya perluasan lapangan pekerjaan.

Baca Juga

"Karena itu, diperlukan berbagai pembenahan melalui undang-undang baru yang lebih responsif, cepat dan memudahkan. Untuk itulah dibuat Undang-undang Cipta Kerja," ujar Kiai Ma'ruf saat memberi sambutan di pembukaan Pra Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) se-Indonesia 2020, secara daring, Senin (12/10).

Kiai Ma'ruf mengatakan, iklim yang tidak kondusif ini juga menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja dalam hal kemudahan investasi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja tersendat.

Karena itu, adanya UU Ciptaker ini juga diharapkan dapat menambah daya saing Indonesia dalam persaingan global. "Ini menjadi pertaruhan kredibilitas Indonesia di mata dunia, khususnya negara-negara mitra dagang dan investor global, sekaligus diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru," ujar Kiai Ma'ruf.

Namun demikian, ia memahami jika sebagian besar kalangan mempersoalkan substansi UU tersebut. Ia mengatakan, itu ada mispersepsi, disinformasi, kesalahpahaman substansi undang-undang ini oleh berbagai kalangan.

Karena itu, jika masih ada aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi, ia mempersilakan untuk menyampaikannya kepada pemerintah. "Aspirasi untuk menjadi bahan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) maupun Perpres atau aturan pelaksanaan lainnya," ungkap Kiai Ma'ruf.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement