Senin 28 Sep 2020 12:40 WIB
Cerita di Balik Berita

Liputan Konflik Ambon: Habis Bensin di Wilayah Kristen

Ketika disambangi warga di wilayah Kristen tersebut, prasangka berkecamuk di kepala.

Fitriyani Zamzami
Foto: dok. Pribadi
Fitriyani Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami, Jurnalis Republika

Pada September 2011, saya ingat ditugaskan kantor berangkat ke Ambon. Kala itu, setelah trauma yang belum sembuh betul, wilayah tersebut kembali diguncang konflik yang bisa berujung sama parahnya dengan yang terjadi pada pergantian milenium. Bukannya bikin tenang, rekan-rekan di kantor malah menakut-nakuti sambil bercanda. "Nanti kalau pulang tinggal nama, kami bikin kaosnya," kata mereka. "Sialan…" ujar saya.

Hanya sekali sebelum itu saya mampir di Ambon, ketika meninggalkan Papua pada 1999 dengan kapal Pelni. Dari atas kapal, di pelabuhan, saya lihat asap membumbung dari banyak tempat di kota. Penumpang gelap yang putus asa tak dapat tiket banyak yang nekat memanjat tambang yang menambatkan kapal ke dermaga.

"Acaaangggg!!!" seru sebagian penumpang kapal meniru iklan layanan masyarakat TVRI pada masa-masa kelam itu. "Obeeettt!!!" yang lain membalas. Betapapun manisnya Tanah Para Raja, apa mau dikata kenangan itulah yang telanjur hinggap di kepala daga.

Singkat cerita, pada 13 September 2011, saya tiba di Bandara Pattimura Ambon. Saat itu Selasa pagi, lepas dari bandara, semua kontak di Ambon, seperti kompakan, mati telepon genggamnya. Naik taksi ke kota bukan pilihan masuk akal. Jalan-jalan diblokir.

Saya coba minta izin ikut rombongan polisi yang hendak mengawal pejabat Mabes Polri ke kota. Dikasihlah itu tempat duduk di sedan patroli dengan dua petugas di depan, dan satu pegang senapan serbu di samping saya di kanan kursi belakang. Paulie, Jefry, Jimmy, mereka punya nama. Bukan Muslim, pikir saya.

Di iring-iringan paling depan, ada mobil anti kerusuhan, Barracuda; menyusul tiga kendaraan offroad, mobil Gegana, baru sedan patroli yang saya di dalamnya. Seluruh senapan terkokang, baju tempur lengkap, blokade-blokade dipinggirkan.

Tatapan warga di pinggir jalan penuh selidik melihat iring-iringan. Seperti masih kurang mencekam itu tip di mobil dinyalakan petugas. Lagu yang keluar, wallahi, “Gaza”-nya Michael Heart. “We will not go dowwwnnn…” Macam di luar suasananya masih kurang mirip zona perang saja.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement