Jumat 18 Sep 2020 00:15 WIB

Sanksi Diskualifikasi Paslon Pelanggar Prokes Didukung

Pilkada serentak 2020 dikhawatirkan sejumlah pihak memunculan klaster baru.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sanksi Diskualifikasi Paslon Pelanggar Prokes Didukung. Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19
Foto: Republika
Sanksi Diskualifikasi Paslon Pelanggar Prokes Didukung. Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tahapan pendaftaran bakal calon pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 4 - 6 September 2020 lalu diwarnai pelanggaran protokol kesehatan. Menurut catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebanyak 243 pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 ditemukan saat proses pendaftaran bakal pasangan calon pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. 

Pilkada serentak 2020 dikhawatirkan sejumlah pihak memunculan klaster baru. Desakan agar sanksi tegas dapat diterapkan digaungkan sejumlah pihak. 

Salah satunya yaitu usulan agar pasangan calon (paslon) yang terbukti melanggar protokol kesehatan covid dapat didiskualifikasi. Usulan tersebut disambut baik oleh sejumlah anggota dewan.

"Diberikan sanksi yang ketat termasuk diskualifikasi jika ada calon yang melangar covid," kata anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Sodiq Mudjahid kepada Republika.co.id, Kamis (17/9).

Dukungan juga disampaikan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Agung Widyantoro. Namun demikian ia menyerahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pelaksana dan pengawas pemilu. Selain itu, Agung juga setuju dengan gagasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyarankan agar pelantikan paslon terpilih ditunda.

"Saya mendukung gagasan Mendagri yang membuka wacana jika ada pasangan calon yang melanggar kemudian menang dalam pemilihan maka pelantikannya layak ditunda sebagai punishment dengan cara dididik dahulu di IPDN agar lebih ngerti  kesalahannya dan paham hak/kewajiban sebagai seorang pemimpin," ujarnya.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mendukung penerapan sanksi berupa diskualifikasi ditegakkan. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi mengatakan, untuk menghindari munculnya klaster di pilkada, maka perlu dibikin aturan ketat mengenai pelaksanaan kampanye dengan memperhatikan protokol kesehatan. (Diskualifikasi) Itu sanksi yang paling berat," ujar Baidowi.

Dukungan terhadap sanksi diskualifikasi bagi calon kepala daerah yang tidak mengindahkan protokol kesehatan juga didukung Fraksi Nasdem. Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa tak ingin agar pilkada serentak 2020 menjadi klaster covid-19.

"Kita akan bicarakan nanti, sanksinya seperti apa. Bahkan mungkin kalau perlu diskualifikasi kalau misal mereka melanggar berkali-kali. Karena itu syarat mutlak," kata Saan dijumpai di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9) lalu.

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin mendorong adanya aturan tegas yang ditegakkan untuk mencegah kembali terulangnya pelanggaran protokol kesehatan. Namun demikian, pemerintah beserta penyelengggara, serta pengawas pemilu perlu mencari landasan hukum yang tepat agar sanksi diskualifikasi bisa diterapkan.

"Tentu ini harus dicari argumen hukumnya ya, karena uu pilkada tidak memungkinkan diskualifikasi karena soal virus atau soal wabah. Kita harus cari yang masuk akal dan bisa diterima," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement