Jumat 04 Sep 2020 22:23 WIB

Hari Suci Sepekan Yahudi dan Kristen, Islam Mengapa Jumat? 

Tiap agama samawi Yahudi, Kristen, Islam mempunyai hari suci pekanan.

Tiap agama samawi Yahudi, Kristen, Islam mempunyai hari suci pekanan.   Suasana saat khutbah pada sholat Jumat.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tiap agama samawi Yahudi, Kristen, Islam mempunyai hari suci pekanan. Suasana saat khutbah pada sholat Jumat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Hari suci agama Semit berbeda satu sama lain, dan penentuan ini sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Bagi agama Yahudi, hari suci mereka adalah Sabat.

Menurut Genesis dalam Kitab Perjanjian Lama, pada hari Sabat Tuhan telah rampung menciptakan alam raya dan seisinya, kemudian ''istirahat total'' (sesuai arti nama Sabat dalam bahasa Ibrani). 

Baca Juga

Penganut agama Yahudi, dengan kepercayaan ini, sampai sekarang menggunakan hari Sabat untuk istirahat total, bahkan konon di kalangan kaum fundamentalisnya sampai-sampai tidak mau menghidupkan televisi di hari Sabat. Tapi Sabat menurut konsep Islam diambil dari kata sab'ah, berarti tujuh.

Agama Kristiani, setelah melewati pertumpahan darah yang panjang, meninggalkan konsep hari Sabat dan mengganti hari sucinya dengan hari pertama, Ahad atau Dominggo, bekas hari Matahari. Hari Ahad atau Minggu menurut mereka punya arti Hari Tuhan atau Hari yang paling disenangi Tuhan. 

Pada Hari Minggu ada satu waktu dimana Tuhan pasti mengabulkan segala doa para hamba-Nya. Jadi proses demetologisasi oleh agama (monoteis) Yahudi dan (Trinitarianis) Kristen terhadap konsep hari tujuh sebagai sisa kekafiran itu belum tuntas.

Islam adalah agama yang menuntaskan demitologisasi dalam penamaan hari-hari. Islam menamakan hari sucinya dengan Jumat, yang berarti berkumpul , suatu pengertian yang lebih menekankan nuansa kemanusiawian dari pada ketuhanan. Hari suci umat Islam tidak lagi dipengaruhi mitologi yang berarti Tuhan memerlukan istirahat seperti makhluk-Nya:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ ۙ قَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

“ Dan apabila dikatakan kepada mereka "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu." (QS an-Nahl [16]: 24); Tuhan tidak akan lelah kemudian tidur, Tuhan tidak memerlukan hari istimewa atau hari suci, Tuhan tidak memerlukan apapun.

Lebih jauh, Kebesaran Tuhan akan tetap Maha-agung, Mahatinggi dan Maha dari segala Yang Maha walaupun hamba-hamba-Nya itu beriman atau tidak, memuji atau mencela-Nya, beribadah atau bermaksiat kepada-Nya.

Salah satu hikmah dipilih hari keenam sebagai hari suci adalah peringatan kepada kita untuk sering-sering bertafakur tentang dunia ini yang diciptakan Allah enam hari (fi sittati ayyam). Enam hari di sini oleh para mufasirin, di antaranya Muhammad Yusup Ali, ditafsirkan dengan enam periode yang panjang (age), bukan enam hari seperti kepercayaan Yahudi yang kemudian hari ketujuhnya Tuhan istirahat. Terus dinamai Jumat, sebagai peringatan akan pentingnya kebersamaan dan kemanusiaan. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: سَيِّدُ الأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ

Hari suci orang Islam adalah Jumat.  Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Tuan hari-hari di sisi Allah adalah Jumat.''

Cara pemakaian hari suci dengan Jumat, yang berbeda dari cara penamaan Sabat dan Domingo, menunjukkan orientasi yang lebih praktis, fungsional dan bebas dari mitologi. Apalagi Islam tidak mengajarkan bahwa hari sucinya ini adalah hari istirahat. 

Yang ada ialah ajaran bahwa saat adzan sholat Jumat dikumandangkan, kaum Muslimin wajib meninggalkan pekerjaan masing-masing dan bergegas menuju tempat sholat untuk bersama-sama berkumpul mengingat Tuhan (berjamaah). Setelah selesai shplat, hendaknya mereka ''menyebar di muka bumi dan mencari kemurahan Allah,'' yakni kembali bekerja mencari nafkah 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumah [62]:9-10).

Hari suci umat Islam adalah hari kemanusiaan, dimana di antara mereka bisa saling memperhatikan satu sama lain, bersilaturahim, berkumpul setelah enam hari mereka sibuk dengan kepentingannya masing-masing. 

Pada Jumat, kaum Muslimin bisa melihat saudara-saudara mereka kalau saja ada yang tertimpa kesusahan. Kaum yang kaya bisa dan harus memperhatikan saudaranya yang miskin, sekurang-kurangnya dalam penampilannya dalam sholat Jumat. 

Sebuah hadist Aisah RA menerangkan bahwa derma (sedekah) Rasulullah bertambah pada hari Jumat. Hari Jumat adalah hari kebersamaan. Hari Jumat bukan hanya hari ritual, tapi lebih penting adalah hari sosial.  

*Artikel ini cuplikan dari naskah berjudul Rahasia Jumat karya Fauz Noor, yang diterbitkan Harian Republika 2001 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement