Kamis 03 Sep 2020 20:06 WIB

Pertemuan KJRI Jeddah dengan Arab Saudi Diapresiasi

Jangan sampai terlihat kesan memaksakan kehendak agar umroh dibuka.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pertemuan KJRI Jeddah dengan Arab Saudi Diapresiasi (ilustrasi).
Foto: Saudi Ministry of Media via AP
Pertemuan KJRI Jeddah dengan Arab Saudi Diapresiasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertemuan antara Konsul Haji RI di Jeddah dengan Kementerian Haji dan Umrah Saudi disambut baik banyak pihak. Terlebih, pertemuan ini akan membahas keberlangsungan umrah 1442H.

Pengamat Haji dan Umrah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, menyebut rencana ini merupakan hal yang baik dan berharap memberi manfaat bagi kedua belah pihak. Meski demikian, ia meminta agar pihak KJRI tidak terkesan terlalu menekan dan memaksakan kehendak.

"Jumlah jamaah kita 4-5 kali lipat lebih banyak dari haji setiap tahunnya. Namun, pemerintah juga tetap harus memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Pemerintah Saudi," ujar Dadi saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/9).

Otoritas Saudi memiliki hak untuk membuka maupun menutup umroh sampai beberapa bulan ke depan sampai vaksin Covid-19 ditemukan. Meskipun nantinya vaksin sudah ditemukan, keefektifan penggunaannya juga wajib untuk diperhatikan.

Dadi juga mengingatkan, dalam pertemuan tersebut jangan sampai terlihat kesan memaksakan kehendak agar umroh dibuka, meski ada desakan yang kuat dari tanah air.

KJRI bisa secara diplomatis menyampaikan jika banyak stakeholder umrah di Indonesia, termasuk jamaah maupun pengusaha, yang saat ini kondisinya mengkhawatirkan. Memasuki bulan Septemberi, berarti tepat tujuh bulan tidak ada kegiatan yang menghasilkan, sementara keputusan umrah menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Keputusan akhir Saudi tetap dihormati. Jika seandainya ada rencana pembukaan umrah, meski entah diprediksi kapan, terkait logistik, akomodasi, serta penerbangan harus diantisipasi dari sekarang," lanjutnya.

Ia juga menyebut, jika Kerajaan Saudi sudah mengeluarkan tanda-tanda boleh berkomunikasi dengan mitra atau pihak terkait penyediaan logistik, maka langkah-langkah pelaksanaannya juga perlu diperhatikan.

Beberapa waktu lalu, Saudi dengan suara keras melarang penyelenggara perjalanan menandatangani kontrak atau perjanjian dengan mitranya. Hal tersebut dinilai merupakan sikap yang baik untuk mengantisipasi kerugian di kemudian hari.

Terkait ada isu yang mengatakan biaya umrah akan mengalami kenaikan menyusul era normal baru, Dadi berharap Pemerintah Saudi bisa menekan pihak di dalam negeri untuk tidak menaikkan harga. Pembatalan yang terjadi sebelumnya dikerenakan kondisi di luar perkiraan dan kendali manusia.

"Harusnya hal tersebut bisa ditekan, meskipun kita semua tahu kondisi ekonomi Saudi juga tidak bagus dalam beberapa waktu terakhir. Sehingga kemungkinan masalah biaya ini ada dinamika tersendiri," kata dia.

Setidaknya, bagi jamaah yang seharusnya beberapa waktu lalu berangkat atau sudah mendaftar, ia menyebut jangan sampai dibebani kenaikan harga. Ribuan jamaah ini sudah mengalami kerugian karen gagal berangkat sesuai jadwal.

Di Indonesia, Dadi juga meminta pemerintah jangan segan untuk bersikap tegas kepada pelaku bisnis umrah. Penyelenggara perjalanan diminta untuk tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Kasihan para jamaah, jangan sampai dijadikan alasan yang mengada-ada. Ini kondisi yang spesial dan mudah-mudahan bisnis perjalanan bisa kembali berjalan lancar dengan tidak melakukan hal-hal di luar kewenangan dan aturan," ujar Dadi.

Pertemuan antara KJRI dengan Kementerian Haji dan Umrah Saudi disebut memiliki kepentingan lain, yakni menindaklanjuti hal-hal terkait pelaksanaan haji sebelumnya. Evaluasi pelaksanaan perlu dipaparkan mengingat banyak stake holder di Indonesia yang berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut. Gambaran dan prediksi haji tahun depan juga perlu dipertanyakan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement