Sabtu 29 Aug 2020 15:08 WIB

Khitan tak Membatalkan Ihram

Khitan merupakan bagian dari lima fitrah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Khitan tak Membatalkan Ihram. Ilustrasi
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Khitan tak Membatalkan Ihram. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khitanan tidak membatalkan ihram ketika haji dan umrah. Sehingga dibolehkah orang yang sedang berihram melakukan khitan, baik laki-laki maupun perempuan.

Ibnu Qayyim dalam Tahdzib Sunan Abi Dawud fi 'Alam Al-Fawaid mengatakan kebolehan itu seperti dinyatakan Imam Ahmad ketika ditanya tentang boleh tidaknya orang berihram berkhitan. Dia menjawab, " Ya boleh," katanya.

Baca Juga

Maksudnya, Imam Ahmad tidak menganggap kita itu termasuk bab menghilangkan rambut dan memotong kuku semasa hidup atau sesudah mati. Khitan merupakan bagian dari lima fitrah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Laki-laki dan perempuan dianjurkan dikhitan agar suci dari kotoran yang keluar dari kemaluan.

Dalam shahih Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda. "Fitrah ada lima yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut rambut ketiak."

Ibnu Qayyim mengatakan, khitan pertama disyariatkan kepada Nabi Ibrahim dan para nabi sesudahnya. Hal itu seperti disampaikam dalam shahih Imam Bukhari dan Imam muslim, dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah SAW bersabda. "Ibrahim khitan pada usia 80 tahun di Al Qadum."

Imam Bukhari menerangkan, Al-Qadum (tanpa tasydid) adalah nama suatu tempat. Begitu pula Imam Al-Marwazi mengatakan, Abu Abdillah pernah ditanya benarkah Nabi Ibrahim AS mengkhitan dirinya? "Dia menjawab, "Di ujung al-Qadum."

Imam Abu Daud, Imam 'Abdullah bin Ahmad dan Harb mengatakan bahwa orang-orang pernah bertanya kepada Imam Ahmad tentang Sabda Rasulullah SAW" Ikhtatana bil Qadum." "Dia pun menjawab. "Al Qadum adalah satu tempat."

Adapun yang lain mengatakan, Qadum adalah nama alat. Mereka beralasan pada perkataan seorang penyair. " kukatakan, "Pinjami aku kapak, biarlah kugunakan menggaris kuburan Si Abayad Majid."

Sekelompok ulama lainnya mengatakan, orang yang meriwayatkan kata Qadum dengan takhfif berarti nama tempat. Ada pula riwayat yang menyebutkan dengan tasydid yang berarti nama alat. Ibnul Qayyim mengatakan, nemang, kisah Nabi Ibrahim Al Khalil AS diriwayatkan dengan berbagai lafaz sebagian di antaranya ada yang memberi kesan saling bertentangan. 

"Padahal Alhamdulillah tidak ada pertentangan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement