Ahad 09 Aug 2020 06:59 WIB

Arab Saudi dan UEA Pun Berlomba Kembangkan Nuklir

Pangeran MBS menegaskan jika Iran kembangkan nuklir, Saudi juga akan lakukan itu

Rep: Friska Yolandha/Anadolu/Gulfnews/ Red: Elba Damhuri
Pembangkit listrik tenaga nuklir Barakah di Uni Emirat Arab
Foto: dok
Pembangkit listrik tenaga nuklir Barakah di Uni Emirat Arab

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Iran bukan satu-satunya negara di Timur Tengah di luar Israel yang ingin mengembangkan nuklir untuk energi. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) juga memiliki minat yang sama.

UEA sudah menyiapkan pembangkit nuklir Barakah sementara Arab Saudi terus melakukan penjajakan dengan China. UEA dan Saudi adalah sekutu kuat di Timur Tengah yang kerap berseberangan dengan Iran.

Menurut pernyataan di situs China Atomic Energy Authority (CNNC) seperti dikutip Anadolu Agency, Institut Penelitian Teknik Kimia dan Metalurgi Beijing menandatangani perjanjian kolaboratif penelitian ekstraksi uranium dari air laut dengan King Abdulaziz City for Science and Technology Arab Saudi pada 15 Juli.

"Pakar China dan Saudi akan melakukan penyelidikan selama dua tahun soal ekstraksi uranium dari air laut, menurut perjanjian itu. Ini tonggak sejarah lain untuk CNNC dan Arab Saudi, menyusul program pelatihan sumber daya manusia dan proyek eksplorasi uranium," kata situs itu.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) berjanji pada 2018 bahwa Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir apa pun. "Tetapi kami tanpa keraguan jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikuti sesegera mungkin."

Pembangkit Nuklir Barakah UEA

Uni Emirat Arab (UEA) telah merilis izin operasi untuk reaktor nuklir pertamanya, sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Arab dan ke-33 di dunia. Pembangkit listrik tenaga nuklir yang diberi nama Barakah ini terletak di Abu Dhabi, ibu kota UEA. 

Proyek reaktor nuklir ini dibangun melalui kerja sama dengan Korea Electric Power Corporation (KEPCO), BUMN dari Korea Selatan. UEA menjadi negara satu-satunya yang telah membeli reaktor KEPCO.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Barakah adalah proyek bersejarah yang meningkatkan peran utama UEA dalam transisi energi bersih global. Pembangkit listrik Barakah akan memiliki empat reaktor dengan total kapasitas 5.600 megawatt.

Saat beroperasi penuh, pembangkit listrik bertenaga nuklir ini akan memenuhi hingga 25 persen dari permintaan listrik nasional.

Selain itu, kehadiran pembangkit listrik tenaga nuklir Barakah itu juga mencegah pelepasan 21 juta ton emisi karbon setiap tahun, yang setara dengan menghilangkan 3,2 juta kendaraan yang menghasilkan polusi udara.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Barakah bukan hanya menjadi pembangkit listrik saja, tetapi juga menjadi stimulus sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Sejak pengembangannya, Program UEA, melalui pengembangan ENEC dan Otoritas Federal untuk Peraturan Nuklir (FANR) telah berkontribusi pada kemampuan UEA untuk bekerja di beberapa bidang baru seperti kedokteran nuklir, program luar angkasa dan teknik nuklir.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Barakah adalah contoh dari kemampuan negara dalam mengembangkan proyek internasional berskala besar yang aman terlepas dari pandemi Covid-19 saat ini.

Reaktor unit pertama telah berhasil beroperasi awal bulan ini, yang merupakan langkah penting dalam menghasilkan listrik bersih menggunakan energi nuklir di UEA untuk pertama kali dalam sejarahnya. 

Sementara konstruksi reaktor Unit kedua sudah selesai dan sedang menjalani persiapan operasionalnya. Penyelesaian konstruksi keseluruhan dari pembangunan empat pembangkit listrik itu akan mencapai 94 persen pada Mei 2020.

Respons Amerika Serikat (AS)

Senator Demokrat AS Chris Murphy mengecam kesepakatan besar Arab Saudi dengan China.

"Kami melakukan kesepakatan teknologi nuklir sehingga mereka berkomitmen pada standar kami dan membangun hubungan kerja dengan AS. Saudi sedang mencoba untuk mendapatkan keduanya, dan kami tidak dapat membiarkan mereka lolos begitu saja," kata Murphy, seperti dikutip Wall Street Journal (WSJ), Selasa.

Menurut laporan WSJ, kesepakatan Saudi-China adalah bagian dari program untuk mengekstrak uranium dari bijih, yang merupakan langkah penting pertama untuk pengayaan sebelum menjadi senjata nuklir. 

Penambangan uranium biasanya tidak menjadi perhatian pemerintah dan pengawas dunia, tetapi pengayaannya segera menimbulkan kekhawatiran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement