Jumat 07 Aug 2020 06:57 WIB

Pejabat Pelabuhan Beirut Menjadi Tahanan Rumah

Sejumlah pejabat pelabuhan Beirut menjadi tahanan rumah sambil menunggu penyelidikan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Asap mengepul dari lokasi ledakan yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu, 5 Agustus 2020.
Foto: AP/Hussein Malla
Asap mengepul dari lokasi ledakan yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu, 5 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemerintah Lebanon mengatakan sejumlah pejabat pelabuhan Beirut menjadi tahanan rumah sambil menunggu penyelidikan ledakan besar yang terjadi pada Selasa (4/8). Ledakan itu menewaskan sedikitnya 135 orang dan melukai lebih dari 4.000 lainnya dan menempatkan negara ini dalam keadaan darurat dua pekan.

Dewan Pertahanan Tertinggi Lebanon telah berjanji bahwa mereka yang bertanggung jawab akan menghadapi hukuman maksimum. "Saya pikir itu tidak kompeten dan manajemen sangat buruk dan ada banyak tanggung jawab dari manajemen dan mungkin pemerintah sebelumnya. Kami tidak bermaksud setelah ledakan seperti itu untuk tetap diam pada siapa yang bertanggung jawab," ujar Menteri Ekonomi Raoul Nehme dikutip dari BBC.

Baca Juga

Menteri Informasi Manal Abdel Samad menyatakan penahanan rumah akan berlaku untuk semua pejabat pelabuhan. "Yang telah menangani urusan penyimpanan amonium nitrat, menjaganya, dan menangani dokumennya sejak Juni 2014," ujarnya.

Kepala Bea Cukai dan Pelabuhan Beirut, Badri Daher, mengatakan lembaganya menyerukan agar bahan kimia itu dibuang tetapi justru tidak dilakukan. Beberapa kali surat telah dilayangkan kepada pengadilan agar bahan kimia itu diekspor atau dijual untuk memastikan keamanan pelabuhan.

Manajer Umum Pelabuhan Hassan Koraytem menyebut telah mengetahui bahwa bahan itu berbahaya ketika pengadilan pertama kali memerintahkannya disimpan di gudang. Namun, dia tidak menduga bahaya yang disebabkan akan pada tingkat yang tidak biasa.

Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan ledakan itu disebabkan oleh 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan secara tidak aman di sebuah gudang. Saat membuka pertemuan kabinet darurat, Aoun mengatakan tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan kengerian yang telah melanda Beirut. Ledakan telah mengubahnya menjadi kota yang dilanda bencana.

"Kami serahkan kepada ahli untuk menentukan alasannya," kata Aoun.

Para ahli di Universitas Sheffield di Inggris memperkirakan ledakan tersebut memiliki sekitar sepersepuluh dari kekuatan ledakan bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima Jepang selama Perang Dunia Kedua. Aoun mengutip dari pernyataan peneliti itu bahwa tidak diragukan lagi ledakan yang terjadi merupakan salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah.

Menurut Shiparrested, amonium nitrat tersebut tiba dengan kapal berbendera Moldovan, Rhosus, yang memasuki pelabuhan Beirut setelah mengalami masalah teknis selama pelayarannya dari Georgia ke Mozambik. Rhosus diinspeksi, dilarang pergi, dan tidak lama kemudian ditinggalkan oleh pemiliknya yang memicu beberapa tuntutan hukum. Kargo disimpan di gudang pelabuhan untuk alasan keamanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement