Kamis 06 Aug 2020 12:16 WIB

Tak Hanya Soal Fiqih, Sertifikasi Halal Pertimbangkan Sains

Sains dipertimbangakn dalam sertifikasi halal.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Tak Hanya Soal Fiqih, Sertifikasi Halal Pertimbangkan Sains. Foto: Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) Mastuki HS
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tak Hanya Soal Fiqih, Sertifikasi Halal Pertimbangkan Sains. Foto: Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) Mastuki HS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sertifikasi produk merupakan elemen penting dalam diterapkannya Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Tak hanya soal fikih semata, sertifikasi tersebut nyatanya juga mempertimbangkan aspek sains.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) Mastuki HS menjelaskan, sistem proses sertifikasi halal yang berlaku di Indonesia disusun sejak bertahun lamanya. Sistem tersebut melahirkan penggabungan dua ‘madzhab’ keilmuan yang beriringan.

Baca Juga

“Kami sebut di BPJPH itu dengan sebutan ‘madzhab’. Jadi kami gabungkan madzhab fikih dengan madzhab sains dalam proses sertifikasi ini,” kata Mastuki dalam diskusi Zoom Meeting soal ‘Regulasi dan Proses Sertifikasi Halal: Era Baru Jaminan Produk Halal Indonesia’, Kamis (6/8).

Dia menjelaskan, jika umumnya sains kerap kali bertentangan dengan ilmu agama, namun dalam aspek halal justru sebaliknya. Baik itu fikih maupun sains sama-sama dapat berjalan beriringan. Jika diklasifikasikan, dalam fikih dikenal istilah halal-nya sedangkan dalam sains dikenal dengan istilah tayyiban-nya.

Adapun Madzhab Sains yang dikenal di BPJPH, kata dia, dijalankan oleh Lembaga Penyelia Halal (LPH) yang menyediakan auditor halal. LPH bertugas untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian produk halal.

Sedangkan dalam Madzhab Fikih yang dikenal BPJPH, pihaknya menyebut otoritas tersebut berada di bawah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berhak mengeluarkan fatwa. Sidang fatwa pun dilakukan guna mendiskusikan kehalalan suatu produk.

“Jadi kriteria penetapan halal yang berlaku di Indonesia itu diklasifikasikan oleh kedua elemen itu. Jadi pertimbangannya soal halal ini menyangkut syariat dan agama,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement