Sabtu 01 Aug 2020 13:47 WIB

Muslim Kanada Rayakan Idul Adha dengan Cara Baru

Idul Adha cara baru dilakukan oleh muslim Kanad.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Muslim Kanada Rayakan Idul Adha dengan Cara Baru. Foto: Muslim Kanada
Muslim Kanada Rayakan Idul Adha dengan Cara Baru. Foto: Muslim Kanada

REPUBLIKA.CO.ID, ST. JOHN'S -- Perayaan Idul Adha tampak berbeda dengan beredarnya pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Tak terkecuali bagi mereka yang berada di Newfoundland dan Labrador, Kanada.

"Rasanya tidak seperti Idul Adha biasanya. Pandemi membuat orang-orang yang biasanya datang bersama, sekarang harus menjaga jarak," ujar seorang Muslim yang tinggal di St. John's, Maruf Dewan, Sabtu (1/8).

Baca Juga

Idul Adha dikaitkan dengan pertemuan besar, pesta dan makanan. Dengan jumlah besar jamaah harus menghadiri ibadah, Masjid Al-Noor selaku satu-satunya masjid di provinsi ini, membutuhkan arena yang lebih besar. Arena Jack Byrne menjadi contoh lokasi ideal untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi Islam di provinsi tersebut.

Tahun ini, dengan protokol pandemi Covid-19, masjid membatasi kapasitasnya menjadi 50 persen dan umat Muslim mengadakan shalat di lokasi lain di seluruh kota.

"Kami ibadah di lokasi Pasar Petani St John di mana ada dua layanan ibadah diadakan dan sejauh yang saya tahu ada satu lagi diadakan di Lions Club," kata Dewan.

Idul Adha merupakan perayaan terbesar kedua dalam agama Islam. Alquran, Alkitab dan gulungan Taurat berbicara tentang pengabdian Nabi Ibrahim kepada Allah SWT yang rela mengorbankan putranya Ismail ketika diminta. Seperti ceritanya, imannya diganjar ketika Allah SWT memintanya untuk mengorbankan binatang.

Perayaan ini juga menandai berakhirnya haji, ziarah yang dilakukan setiap Muslim yang mampu baik secara finansial maupun kesehatan. Pelaksanaan haji diharapkan dilakukan setidaknya sekali seumur hidup mereka.

Seperti pelaksanaan haji tahun ini, umat Islam di Newfoundland dan Labrador juga tidak melakukan shalat bersentuhan bahu seperti biasanya. Esensi shalat, berdiri berdampingan tanpa jarak menunjukkan bahwa setiap orang sama.

"Tidak ada perbedaan antara raja atau masyarakat biasa. Dengan kondisi saat ini, rasanya kamu tidak benar-benar berada di sebuah jamaah, meski secara teknis kamu di sana," ujarnya.

Perayaan seperti ini menyerukan untuk bersama keluarga dan teman. Sebagian besar perayaan diakhiri dengan bertukar pelukan setelah shalat selesai.

"Setelah Anda selesai berdoa, biasanya semua orang berpelukan. Kenal atau tidak, tidak masalah. Tetapi tahun ini, rasanya berbeda," kata Dewan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement