Kamis 30 Jul 2020 13:17 WIB

Bio Farma, Menyiapkan Sinergi Tiga BUMN Farmasi

PT Bio Farma (Persero) saat ini tengah berjuang meminimalkan dampak negatif pandemi.

Rep: Dede Suryadi (swa.co.id)/ Red: Dede Suryadi (swa.co.id)
Honesti Basyir, Direktur Utama Bio Farma.
Honesti Basyir, Direktur Utama Bio Farma.

Pandemi Covid-19 (corona) telah memorak-porandakan dunia bisnis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Virus corona membuat perekonomian dalam negeri mengalami kontraksi hebat. Bahkan, beberapa sektor bisnis telah menjadi korban, jatuh tersungkur karenanya.

PT Bio Farma (Persero), yang merupakan induk usaha (holding) BUMN Farmasi, saat ini tengah berjuang meminimalisasi dampak negatif tersebut. Usaha yang dilakukan perusahaan farmasi ini antara lain menjaga proses produksi dan distribusi agar tetap berjalan sesuai dengan jadwal, meskipun beberapa distribusi dan pengiriman vaksin untuk penjualan ekspor ke beberapa negara mengalami penundaan jadwal.

Hal itu terjadi karena ada beberapa negara yang menerapkan pelarangan/pembatasan untuk penerbangan sipil dan kargo di negara yang terdampak Covid-19. “Jadi, kami harus melakukan penyesuaian-penyesuaian jadwal pengiriman untuk mengatasi hal tersebut,” kata Honesti Basyir, Direktur Utama Bio Farma.

Wabah Covid-19 ini juga akan memengaruhi pasokan bahan baku obat (BBO), mengingat pasokan bahan baku pharmaceutical, terutama untuk anak holding Bio Farma, yakni PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF), sebesar 60% berasal dari China dan 30% berasal dari India. Untuk Bio Farma, impor bulk vaksin (barang setengah jadi) sebanyak 3% dari China dan 10% dari India (terhadap total impor Bio Farma). Otomatis, hal ini mengakibatkan terganggunya pengantaran BBO, produk antara (bulk) ikut terdampak karena adanya pengurangan penerbangan sipil/kargo.

Selain itu, terjadi juga pelarangan ekspor beberapa BBO, khususnya untuk obat Covid-19 dari negara asal, terutama India. Di samping itu, terjadi pula kenaikan harga BBO yang cukup siginifikan, tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan barang di pasar.

Mengenai pengaruh corona terhadap pendapatan perusahaan atau kinerja bisnis, Honesti mengatakan, dengan meningkatnya permintaan produk farmasi di pasar, pendapatan perusahaan akan tetap mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu tinggi, sebesar 3-5%. “Tantangan terbesar adalah meningkatnya harga pokok penjualan (HPP) karena harga bahan baku yang meningkat. Namun untuk Bio Farma, di mana sebagian pendapatannya bersumber dari ekspor, penguatan dolar justru akan meningkatkan omset melalui keuntungan selisih kurs,” katanya.

Lalu, bagaimana survival strategy yang diterapkan Bio Farma? Menurut Honesti, ada sejumlah langkah strategis yang dilakukan holding BUMN Farmasi ini. Pertama, mengidentifikasi pemasok global dan melakukan strategi stabilisasi rantai pasok secara cepat. Di antaranya, melalui monitoring negara eksportir, pemetaan rencana kedatangan barang, pencarian alternatif pemasok potensial pengganti (alternative sourcing), pengamanan stok (demand planning management), dan prioritas pada pembelian bahan baku dari stok lokal.

Kedua, mengamankan pasokan dengan pengiriman menggunakan pesawat kargo atau carter. Ketiga, melakukan approach customer and encouragement. Keempat, untuk produksi dan supply chain, menerapkan kebijakan make to order atau buy to order (untuk alat kesehatan/alkes). Kelima, melakukan program efisiensi sebagai respons atas kondisi perekonomian yang terdampak. Keenam, menyesuaikan anggaran capex untuk tahun 2020. Ketujuh, menyesuaikan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020.

Adapun strategi yang disiapkan pascacorona adalah sinergitas antara tiga perusahaan BUMN yang tergabung dalam holding BUMN Farmasi ini, dan akan berperan sesuai dengan porsi masing–masing. Bio Farma fokus pada produk vaksin dan antisera serta produk life science lainnya. Kimia Farma fokus pada produk farmasi berbasis chemical, produk beauty dan lifestyle, serta ritel. Adapun Indofarma fokus pada produk herbal dan alat kesehatan.

Bio Farma mengoptimalkan fungsi R&D melalui kerjasama dengan lembaga penelitian untuk pembuatan vaksin Covid-19. Perusahaan ini pun ikut terlibat dalam strategi kolaborasi untuk pengembangan vaksin, obat, dan tes diagnostik dengan menjalin kerjasama riset dengan lembaga riset nasional, seperti Litbangkes, Lembaga Eijkman, BPPT, Ristek-BRIN, perguruan tinggi, dan BPOM. “Kami juga mencari potensi kerjasama dengan lembaga riset di luar negeri,” ujar Honesti.

Sinergi juga dilakukan dengan holding Rumah Sakit BUMN untuk mengintegrasikan supply-demand produk farmasi dan alkes dengan layanan kesehatan, serta mengimplementasikan digitalisasi ekosistem layanan kesehatan.

“Kami akan memastikan bisnis Bio Farma berjalan, baik sebagai induk holding BUMN Farmasi maupun sebagai produsen produk life science. Kami akan berkolaborasi untuk memenuhi permintaan pelayanan kesehatan dari konsumen berupa pelayanan preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif. Bahkan, saat ini dunia kesehatan sudah masuk ke area pelayanan (care), service. dan asuransi,” ungkap Honesti.

Tentunya, manajemen Bio Farma akan melihat perkembangan Covid-19 ke depan. Yang jelas, perusahaan siap memenuhi kebutuhan pasar, termasuk obat-obatan untuk Covid-19. “Jika memang proses penelitian berjalan lancar, kami akan mempersiapkan untuk memproduksi vaksin Covid-19,“ Honesti menginformasikan. (*)

Dede Suryadi dan Arie Liliyah

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement