Selasa 28 Jul 2020 15:34 WIB

Komisi X: Kebijakan PJJ tak Bisa Dipukul Rata

Kemendikbud harus menyampaikan peta hasil evaluasi PJJ yang sudah berlangsung.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak bisa dipukul rata ke semua daerah. Karena itu, ia mendorong agar pelaksanaan PJJ agar dievaluasi. 

"Satu strategi tidak bisa dipakai untuk semua daerah dan untuk semua sekolah bahkan untuk setiap anak, karena Indonesia sangat beragam," kata Hetifah dalam diskusi pada Selasa (28/7).

Baca Juga

Hetifah mengakui mendapati banyak keluhan dari para siswa, orang tua, maupun para tenaga pendidik. Kebanyakan keluhan muncul dari daerah-daerah terpencil atau tertinggal yang memiliki keterbatasan teknologi dan fasilitas untuk menunjang pembelajaran daring. 

"Kemendikbud harus ada data dan evaluasi. Kemendikbud harus menyampaikan data mengenai peta perkembangan hasil evaluasi PJJ yang sudah berlangsung," kata dia. 

Di samping itu, kompetensi guru pun berbeda-beda. Bahkan, kata Hetifah, masih banyak guru yang belum menguasai teknologi untuk memberikan pembelajaran jarak jauh. 

"Tidak semua guru melek teknologi, tidak semua murid punya hp, tidak semua orang tua mampu mendampingi, tidak semua tempat memiliki koneksi Internet memadai. Ini semua harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan," kata Hetifah. 

Hetifah menyebutkan, sebagian sekolah di daerah memang sudah ada yang menyiapkan pembelajaran tatap muka dengan prosedur yang tegas. Namun, ia mengatakan, ada atau tidak pandemi Covid-19, Kemendikbud harus tetap mengevaluasi seluruh kebijakan.

"Ada atau tidak ada pandemi anak kita harus tetap belajar," ujar Hetifah. 

Politikus Golkar ini pun kembali mendorong agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera memetakan kebutuhan dari seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Survei yang belakangan dilakukan Kemendikbud dinilainya tidak cukup untuk menjadi solusi dan piajakan dalam pengeluaran kebijakan. 

"Kemendikbud harus memiliki data mapping menyeluruh sehingga tiap sekolah bisa menjawab berapa siswa di sekolah itu yang belum memiliki akses internet di rumahnya atau tidak memiliki gawai," ujar politikus Golkar ini menambahkan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement