Selasa 21 Jul 2020 16:22 WIB

Lebanon Masuk Tahap Kritis Lonjakan Kasus Covid-19

Penularan Covid-19 mengancam karena Lebanon cabut pembatasan sosial.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Seorang penumpang tiba di bandara internasional Rafic Hariri saat pembukaan kembali di Beirut, Lebanon, 1 Juli 2020. Bandara internasional Rafic Hariri telah ditutup selama beberapa bulan karena pandemi penyakit Covid-19 yang sedang berlangsung. Bandara ini akan beroperasi pada kapasitas 10 persen, yang diharapkan dapat mendatangkan sekitar 2.000 wisatawan per hari.
Foto: EPA-EFE / WAEL HAMZEH
Seorang penumpang tiba di bandara internasional Rafic Hariri saat pembukaan kembali di Beirut, Lebanon, 1 Juli 2020. Bandara internasional Rafic Hariri telah ditutup selama beberapa bulan karena pandemi penyakit Covid-19 yang sedang berlangsung. Bandara ini akan beroperasi pada kapasitas 10 persen, yang diharapkan dapat mendatangkan sekitar 2.000 wisatawan per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Kesehatan Lebanon Hamas Hassan mengatakan, negaranya memasuki tahap kritis akibat lonjakan kasus baru Covid-19. Hal itu terjadi setelah pembatasan sosial dicabut dan bandara dibuka kembali.

Hassan mengungkapkan, saat ini angka infeksi baru virus corona di Lebanon selalu mencapai puluhan, bahkan ratusan. Hal tersebut belum termasuk kasus yang tak dapat dilacak. "Bahaya penyebaran di masyarakat masih mungkin terjadi karena negara telah terbuka," ucapnya pada Senin (20/7).

Baca Juga

Meskipun tingkat kematian dan jumlah pasien di rumah sakit masih terbilang rendah, tapi Hassan memperingatkan bahwa lebih dari 20 persen infeksi baru tidak dapat dilacak. "Ketika mereka tidak bisa dilacak dan saya tidak bisa melacak kelompok yang harus saya capai, maka saya mulai khawatir bahwa kita akan meluncur ke tahap empat. Kami masih dalam periode kritis antara tahap tiga hingga empat," ujarnya.

Tahap empat mengharuskan Lebanon menerapkan kembali pembatasan dan karantina wilayah (lockdown). Namun, Hassan menyebut masih terlalu dini untuk mempertimbangkan opsi tersebut. 

Hassan mengatakan, dia mengandalkan pemerintah untuk terus menyokong rumah sakit, termasuk milik swasta, agar terus beroperasi. Namun Hassan pun mengimbau fasilitas kesehatan agar bersiap menghadapi krisis ekonomi. "Kita seharusnya tidak menakuti warga yang sudah berada di bawah banyak tekanan psikologis dan moral yang mengkhawatirkan makanan, keamanan sosial, dan ekonomi. Jangan tambahkan juga dengan merusak keselamatan kesehatannya," ujarnya.

Menurut Hassan, sektor kesehatan publik memang harus diperkuat. Dia mengatakan akan menggunakan pinjaman Bank Dunia guna melengkapi dan menyiapkan rumah sakit umum. "Kita harus bekerja sama untuk bisa melewati fase sulit yang sedang dilalui bangsa kita," ucapnya.   

Sebelum dihantam pandemi, Lebanon telah dibekap krisis ekonomi. Dengan berkembangnya wabah, tingkat kemiskinan serta pengangguran di sana meningkat, jumlahnya masing-masing adalah 45 persen dan 30 persen.

Hal itu mendorong Lebanon melonggarkan pembatasan secara bertahap pada April lalu. Setelah diterapkan selama beberapa pekan, pembatasan telah membuat puluhan ribu warga di sana kehilangan pekerjaan. Awalnya, penyebaran Covid-19 dapat terkendali karena warga diharuskan tinggal di rumah. Namun saat ini kebutuhan mereka untuk hidup harus terus dipertimbangkan. Dilema itu sebenarnya tak hanya dihadapi Lebanon, tapi juga banyak negara lain.

Sejauh ini, Lebanon memiliki 2.775 kasus Covid-19 dengan 40 kematian. Sebanyak 1.485 pasien di negara tersebut berhasil pulih setelah menjalani perawatan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement