Digitalisasi Nozzle Molor, Pemerintah Dianggap tak Serius

Digitalisasi nozzle diharapkan menyelesaikan masalah kebocoran BBM bersubsidi

Rabu , 15 Jul 2020, 22:41 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menilai pemerintah tidak serius melaksanakan program digitalisasi nozzle Bahan Bakar Minyak (BBM). Foto ilustrasi SPBU Pertamina.
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menilai pemerintah tidak serius melaksanakan program digitalisasi nozzle Bahan Bakar Minyak (BBM). Foto ilustrasi SPBU Pertamina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menilai pemerintah tidak serius melaksanakan program digitalisasi nozzle Bahan Bakar Minyak (BBM). Digitalisasi nozzle sendiri merupakan program penggantian alat salur BBM dari dispenser ke kendaraan, dari yang manual ke nozzle digital. Dengan nozzle digital ini BBM yang dikeluarkan dapat diketahui disalurkan ke kendaraan mana saja.

Menurut Mulyanto, program digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU yang ditargetkan selesai 31 Desember 2018, namun faktanya hari ini baru terealisasi sebesar 31 persen. Padahal target tersebut sudah direvisi sebanyak lima kali. "Ini kan keterlaluan molornya. Pemerintah seperti tidak bersungguh-sungguh untuk menanggulangi masalah kebocoran BBM bersubsidi melalui penerapan digital nozzle," ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/7).

Baca Juga

Padahal, kata Mulyanto, kerugian negara akibat kebocoran migas diprediksi Pertamina mencapai Rp 30 triliun setiap tahun Dalam revisi kelima, program digitalisasi nozzle ini ditargetkan tuntas bulan Agustus 2020. Tapi melihat implementasinya baru 31 persen Mulyanto memperkirakan target tersebut tidak akan selesai di bulan yang ditentukan.

"Menurut saya sudah saatnya Deputi Pencegahan KPK turun langsung ke masalah ini, karena ini simpul yang strategis untuk menekan kerugian negara karena kebocoran migas," terang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Oleh karena itu, kata Mulyanto, jangan sampai terkesan Pemerintah melakukan tindakan pembiaran terhadap oknum-oknum yg menikmati kebocoran BBM. MMenurunya di tengah pandemi Covid-19, dimana keuangan negara semakin tertekan, Pemerintah perlu melakukan efisiensi keuangan, salah satunya dengan menanggulangi kebocoran BBM.

Mulyanto mewanti-wanti jangan sampai Pemerintah menganggap remeh program dijitalisasi nozzel ini. Dengan penggunaan nozzel digital ini Pemerintah dapat memantau efisiensi dan efektifitas penyaluran subsidi BBM yang nilainya sangat besar. Pemerintah harus bertindak tegas, kalau memang serius. Tenggat waktu implementasi program ini kurang dari sebulan lagi.

"Kalau kemudian mundur lagi patut diduga ada pihak tertentu di Pemerintah yang tidak ingin program ini terlaksana. Bisa jadi pihak tersebut bagian dari penikmat kebocoran anggaran subsidi BBM," tegas Mulyanto.