Selasa 30 Jun 2020 04:58 WIB

3 Fungsi Bintang di Langit, Salah Satunya Pelontar Setan?

Allah SWT menciptakan bintang di langit untuk sejumlah manfaat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Allah SWT menciptakan bintang di langit untuk sejumlah manfaat. Ilustrasi bintang
Foto: hubble
Allah SWT menciptakan bintang di langit untuk sejumlah manfaat. Ilustrasi bintang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam Alquran, Allah SWT kerap menyebut tentang benda-benda langit serupa bintang dan juga alam semesta. Namun demikian, Alquran menyebutkan salah satu fungsi penciptaan bintang ternyata sebagai pelontar setan, benarkah?

Allah SWT berfirman dalam Alquran surat al-Mulk ayat 5  yang berbunyi: 

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ

“Walaqad zayyana as-sama-a ad-dunya bimashobiha wa ja’alnaha rujuman lisyyayathini wa a’tadna lahum adzaba syair.”

“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelontar/pelempar setan.”

Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, terdapat tiga hal sebagai fungsi bintang-bintang, yakni bintang-bintang hanya dijadikan Allah sebagai hiasan langit, pelontar setan, dan sebagai petunjuk arah bagi manusia. Hal itu sebagaimana Prof Quraish Shihab kutip dalam kitab kumpulan Shahih Bukhari.

Atas dasar itulah, jika ada yang memfungsikan bintang selain dari ketiga hal tersebut, fungsi itu harus dilihat kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip agama.

Dahulu, orang percaya bahwa bintang-bintang dan benda-benda langit adalah dewa-dewa yang mempunyai pengaruh pada bumi dan isinya. Kemudian, para peramal membuat semacam peta bagi setiap orang sesuai dengan posisi bintang-bintang saat kelahirannya.

Sebab, menurut mereka, posisi posisi bintang dapat memengaruhi sifat dan pembawaannya, bahkan menentukan peristiwa-peristiwa yang dialaminya serta menentukan pula saat kematiannya. Selain itu, masyarakat Arab pada masa jahiliyah, menurut dia, memercayai hal ini.

Ketika Islam datang, Islam tidak merestui pendapat tersebut. Karena itu, ilmu perbintangan (astrologi, bukan astronomi) dimasukkan oleh Nabi sebagai bagian dari ilmu sihir. 

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda:

 مَن اقتبَسَ شُعبةً مِن النُّجومِ، فقدِ اقتبَسَ شُعبةً مِن السِّحرِ، زاد ما زادَ.

“Barang siapa yang mempelajari satu ilmu dari bintang-bintang (astrologi) maka dia telah mempelajari satu bagian dari sihir. Sihirnya akan bertambah dengan bertambahnya ilmu perbintangan itu.”

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Malik, dan Imam an-Nasa’i dijelaskan, sahabat Nabi, yakni Zain bin Khalid al-Juhani, pernah berkata:

صَلَّى لَنَا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بالحُدَيْبِيَةِ علَى إثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أقْبَلَ علَى النَّاسِ، فَقالَ: هلْ تَدْرُونَ مَاذَا قالَ رَبُّكُمْ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: أصْبَحَ مِن عِبَادِي مُؤْمِنٌ بي وكَافِرٌ، فأمَّا مَن قالَ: مُطِرْنَا بفَضْلِ اللَّهِ ورَحْمَتِهِ، فَذلكَ مُؤْمِنٌ بي وكَافِرٌ بالكَوْكَبِ، وأَمَّا مَن قالَ: بنَوْءِ كَذَا وكَذَا، فَذلكَ كَافِرٌ بي ومُؤْمِنٌ بالكَوْكَبِ

“Rasulullah SAW mengimami kami sholat Subuh di Hudaibiyah setelah pada malamnya hujan turun. Setelah sholat, beliau mengarah kepada hadirin dan bersabda: 'Tahukah kamu sekalian apa yang difirmankan (Allah Sang Pemelihara) kepada kamu?' Maka mereka pun menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' Rasulullah pun menjelaskan (dengan berkata): 'Allah berfirman: ‘Pagi ini ada hamba-Ku yang percaya pada-Ku lagi kafir, ada juga kafir dan percaya. Adapun yang berkata: kami memperoleh curahan hujan berdasarkan anugerah Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang percaya pada-Ku serta kafir terhadap bintang. Sedangkan, yang berkata: 'Kami memperoleh curahan hujan oleh bintang ini dan itu,' maka itulah yang kafir pada-Ku dan percaya pada bintang.'”

Selain itu, Rasulullah mengingatkan bahwa barang siapa yang berkunjung kepada peramal dan bertanya sesuatu kepadanya (dan dia membenarkannya) maka sholatnya tidak diterima Allah selama 40 hari. Hal itu sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dan Ahmad melalui Abu Hurairah.

Para ulama dan kalangan agamawan Islam tidak berbeda pendapat dalam menetapkan kekufuran siapa yang percaya bahwa bintang adalah Tuhan untuk dipuja maupun tidak. Mereka juga bersepakat bahwa kufur hukumnya bagi yang mengajukan permohonan kepada bintang.

Adapun yang memercayai bahwa aktivitas manusia sangat dipengaruhi oleh bintang-bintang sangat tidak direstui dalam Islam. Meski ulama tidak menilainya sebagai sebuah kekufuran, hal itu merupakan suatu kemungkaran dan kebodohan yang seharusnya tidak menyentuh seorang Muslim.

Dalih bahwa potensi bintang-bintang dalam melahirkan peristiwa terjadi jika memenuhi sekian syarat tertentu tidak mengurangi pandangan negatif ulama dan pemikir Islam terhadap astrologi dan peminat-peminatnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement