Kamis 18 Jun 2020 00:40 WIB

Dugaan Provokasi Tolak Rapid Test Berjamaah di Kota Serang

Sejumlah warga di Kota Serang menolak menjalani rapid test dengan ragam alasan.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah warga di Kota Serang menolak menjalani rapid test dengan ragam alasan. Ilustrasi rapid test di Serang.
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Sejumlah warga di Kota Serang menolak menjalani rapid test dengan ragam alasan. Ilustrasi rapid test di Serang.

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG— Penolakan kegiatan rapid test Covid-19 khususnya dari masyarakat di Kecamatan Kasemen, Kota Serang dan ratusan kiai dalam forum ulama setempat cukup membuat heboh Ibu Kota Banten tersebut. 

Penolakan ini berlatar beragam alasan, mulai dari klaim agar menjaga citra daerah hingga menyebut agar melindungi diri dari penyimpangan rapid test.

Baca Juga

Sosiolog Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Nurul Hayat, menyebut tindakan penolakan oleh warga disebabkan berbagai alasan. 

Paling utama, menurut dia, hal ini terjadi karena minimnya edukasi dan sosialisasi covid-19 di tengah masyarakat. 

"Edukasi ini penting, bagaimana pemerintah memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya corona yang tidak kasat mata ini. Cara edukasinya juga jangan terlalu formal, tapi harus disesuaikan dengan keadaan lokal sehingga tidak memberikan kesan jarak," jelas Nurul Hayat, Rabu (17/6). 

Menurutnya, cara edukasi harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat, entah kaum urban atau masyarakat desa.  

"Penyuluh kesehatan ini harus juga memakai cara-cara lokal yang sesuai dengan ke-bantenan, jangan ujug-ujug ada orang berpakaian Nakes (tenaga kesehatan) datang. Saya yakin kalau pakai pendekatan preventif lebih akan mengubah mindset," ujarnya.

Hayat menyebut minimnya upaya edukasi akhirnya berimbas kepada liarnya informasi tentang covid-19 yang didapatkan warga. "Akhirnya informasi yang didapat masyarakat ini beragam, semua berita ditelan mentah-mentah sampai ke hoaks, akhirnya mempunyai kesimpulan kalau tidak rapid test nggak apa-apa," katanya.  

Hayat juga menekankan, penolakan rapid test di tengah masyarakat pastinya ada oknum yang menjadi pemicu atau provokator. 

Provokator ini yang menghembuskan informasi-informasi yang kebenarannya masih dipertanyakan dan menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.

"Edukasi, informasi ini pemerintah harus dominan, saya yakin di tengah masyarakat pasti ada provokasinya atas penolakan ini dan pemerintah seakan membiarkan. Provokator ini yang memberikan info kepada yang lain kalau terkena corona maka akan dikurung, diasingkan jadi lebih baik ramai-ramai tolak rapid test," katanya. 

Dengan kondisi kesalahpahaman yang telah kadung terjadi, dia meminta pemkot segera memperbaiki cara dan memperbanyak edukasi corona. 

Dia juga menyebut setiap warga harus bersama-sama memiliki andil dalam pencegahan corona dan tidak hanya mengandalkan pemerintah. 

"Ini sudah kepalang tanggung, jadi semua harus terlibat dari akademisi, Nakes dan pemerintah harus bergerak. Jangan hanya pakai baju besi kalau ke masyarakat, dekati dengan cara-cara ke-bantenan, orang Banten itu nggak keras kok," katanya.

Semetara Juru Bicara Penanganan Covid-19 Kota Serang, Hari Pamungkas, mengatakan pihaknya akan melakukan komunikasi persuasif terlebih dahulu masyarakat yang menolak rapid test. 

Pemkot Serang disebutnya akan menggencarkan edukasi pentingnya pencegahan korona yang dimulai dengan rapid test. 

"Kita akan utamakan dahulu komunikasi dengan sosialisasi dan pendekatan persuasif di pesantren-pesantren. Kita kan di satu sisi harus menekan penyebaran Covid-19, tapi di satu sisi juga harus melihat dinamika di masyarakat yang butuh treatment dan pola komunikasi publik yang efektif," jelas Hari Pamungkas.

Angka kasus Covid-19 di Kota Serang pada periode Juni memperlihatkan jumlah yang meningkat signifikan. Data terkahir Dinkes mencatat ada 21 warga terkonfirmasi positif covid-19, 44 PDP (pasien dalam pemeriksaan) dan 354 orang dalam pemantauan (ODP).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement