Senin 15 Jun 2020 11:06 WIB

Akankah Beijing Menjadi Wuhan Kedua?

Beijing melaporkan puluhan kasus baru Covid-19 pada akhir pekan lalu.

Dua petugas berdiri di salah satu jalanan di Beijing, China. Pada Jumat (12/6) muncul kasus baru di Beijing setelah nol kasus selama dua bulan.
Foto: EPA
Dua petugas berdiri di salah satu jalanan di Beijing, China. Pada Jumat (12/6) muncul kasus baru di Beijing setelah nol kasus selama dua bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Jaramaya, Lintar Satria, Dwina Agustin, Antara, Reuters

Setelah hampir dua bulan tanpa kasus baru Covid-19, Beijing sepertinya akan menghadapi gelombang kedua infeksi. Seorang pejabat dari distrik Fengtai, Chu Junwei mengatakan, pemerintah setempat mengaktifkan "mode darurat masa perang".

Baca Juga

Sebanyak 517 orang di pasar grosir distrik Xinfadi telah melakukan uji virus corona pada akhir pekan lalu. Dari jumlah tersebut sebanyak 45 orang dinyatakan positif terinfeksi, meski tidak memiliki gejala.

Pada Ahad (15/6), otoritas medis Beijing mencatat 36 kasus baru Covid-19. Semua kasus terkait dengan pasar grosir makanan Xinfadi.

Dari 36 orang baru yang terinfeksi, 12 orang di antaranya tinggal di kompleks perumahan untuk pekerja di Xinfadi. Hampir seluruhnya bekerja atau berbelanja di dalam pasar.

Salah satu yang terinfeksi adalah karyawan berusia 56 tahun yang bekerja untuk perusahaan bus bandara Beijing, yang berbelanja di pasar tersebut pada 3 Juni dan mengalami gejala dua hari kemudian. Beijing News melaporkan pria tersebut sudah tidak bekerja di bandara selama berbulan-bulan dan tidak berinteraksi dengan wisatawan.

Pihak berwenang menutup pasar Xinfadi sebelum fajar pada Sabtu (13/6). Penutupan dilakukan setelah dua pria yang bekerja di sebuah pusat penelitian daging dan belum lama mengunjungi pasar tersebut, telah terinfeksi virus corona.

"Penilaian awal menunjukkan bahwa kasus-kasus ini mungkin berhubungan dengan lingkungan yang terkontaminasi di pasar, atau terinfeksi setelah kontak dengan orang yang terinfeksi. Kami tidak dapat mengesampingkan kasus-kasus berikutnya di masa depan," ujar pejabat Pusat Pengendalian Penyakit Beijing, Pang Xinghuo.

Pejabat kota pada hari yang sama memutuskan bahwa siapa pun yang pernah ke atau melakukan kontak dengan orang-orang yang telah ke Xinfadi sejak 30 Mei akan diminta untuk melapor ke kantor atau unit perumahan mereka dan diuji.

Antrean panjang untuk tes dibentuk di luar rumah sakit di dekat pasar pada Ahad (14/6). Juru bicara otoritas kesehatan Beijing Gao Xiaojun mengatakan bahwa siapa pun yang mengalami demam akan diberikan tes asam nukleat dan serologi untuk mendeteksi virus corona, tes darah, dan CT scan. Fasilitas medis tidak diperbolehkan menolak pasien dengan gejala demam.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Universitas Johns Hopkins, setiap hari ada 100 ribu kasus baru virus corona di seluruh dunia. Pada Ahad (14/6) Komisi Kesehatan Nasional China mengkonfirmasi 57 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Angka tertinggi sejak pertengahan April.

China berusaha menahan laju penyebaran virus dengan menutup kota-kota dan 60 juta warganya. Sebagian besar aktivitas ekonomi dihentikan. Langkah-langkah yang akhirnya ditiru negara lain.

Pada bulan Maret lalu pemerintahan Partai Komunis mulai melonggarkan aktivitas bisnis dan perjalanan setelah China mendeklarasikan kemenangan atas pandemi. Tetapi masih menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk memutus rantai penularan di beberapa wilayah. Wisatawan asing pun belum diizinkan masuk.

Ahli senior di Komisi Kesehatan Nasional Cina, Zeng Guang, mengatakan, Beijing tidak akan menjadi Wuhan kedua. Pernyataan itu muncul ketika China kembali menemukan penyebaran virus corona pasar makanan grosir utama di Xinfadi, Beijing.

"Beijing tidak akan berubah menjadi Wuhan kedua, menyebarkan virus ke banyak kota di seluruh negeri dan membutuhkan lockdown," kata  mantan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China merujuk pada kota tempat epidemi pertama kali muncul akhir tahun lalu.

Zeng mengatakan, wabah itu kemungkinan akan dikendalikan setelah lonjakan awal beberapa hari ini. Menurut laporan oleh Health Times, sekuensing DNA virus menunjukkan wabah terbaru di pasar bisa datang dari Eropa.

"Penilaian awal kami adalah virus berasal dari luar negeri. Kami masih tidak dapat menentukan bagaimana sampai di sini," kata Zeng.

Kemungkinan dari makanan laut atau daging yang terkontaminasi memang ada. Penyebaran diduga dilakukan dari kotoran orang di pasar.

Saham-saham China

Saham-saham China dibuka lebih rendah pada perdagangan Senin (15/6) pagi, ketika klaster-klaster kasus baru infeksi Covid-19 muncul kembali di beberapa kota negara itu memicu kekhawatiran gelombang kedua pandemi. Indikator utama Indeks Komposit Shanghai turun 0,39 persen menjadi dibuka pada 2.908,28 poin, sementara Indeks Komponen Shenzhen di bursa kedua China dibuka 0,09 persen lebih rendah pada 11.241,25 poin.

Sementara itu, indeks ChiNext yang melacak saham-saham perusahaan sedang berkembang di papan bergaya Nasdaq China, naik 0,76 persen menjadi dibuka pada 2.223,42 poin.

Menurut Sistem Perdagangan Valuta Asing China (CFETS), mata uang yuan kembali melemah 37 basis poin menjadi 7,0902 terhadap dolar AS pada Senin, setelah jatuh 257 basis poin menghentikan reli panjang selama sembilan hari berturut-turut akhir pekan lalu. Di pasar spot valuta asing China, yuan diperbolehkan naik atau turun sebesar dua persen dari tingkat paritas tengahnya setiap hari perdagangan.

Kurs tengah yuan terhadap dolar AS didasarkan pada rata-rata tertimbang harga yang ditawarkan oleh pelaku pasar sebelum pembukaan pasar uang antarbank pada setiap hari kerja.

photo
China mengolok AS hadapi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement