Salah Arti Makna Idul Fitri, Ini Penjelasan Ahli Fiqih

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah

Sabtu 23 May 2020 03:55 WIB

Salah Arti Makna Idul Fitri, Ini Penjelasan Ahli Fiqih. Antrean halal bihalal saat Idul Fitri. ilustrasi. Foto: Republika/ Wihdan Salah Arti Makna Idul Fitri, Ini Penjelasan Ahli Fiqih. Antrean halal bihalal saat Idul Fitri. ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Sarwat menilai masih banyak orang yang salah mengerti tentang makna Idul Fitri. Sudah kebiasaan orang mengaitkan antara hari Raya Idul Fitri dengan makna kembali kepada fitrah. 

"Seringkali kita saksikan para ustadz dan penceramah pun latah dan ikut-ikutan juga berceramah yang terkait dengan kembali kepada fitrah di hari yang fitri," kata Ustadz Ahmad saat berbagi pengetahuannya tentang makna Idul Fitri dengan Republika.co.id melalui virtual, belum lama ini.

Baca Juga

Padahal kata dia, kalau kita kembalikan kepada makna baik secara bahasa atau secara istilah, kata Idul Fitri maknanya bukan kembali menjadi suci. Meskipun memang ada sedikit kemiripan dari dua kata itu, namun sebenarnya keduanya punya makna yang lain.

"Justru karena kemiripan inilah makanya banyak orang silap dan keliru memaknainya," ujarnya.

Bahkan kata dia para wartawan dan orang-orang yang bekerja di bidang media pun latah ikut-ikutan keliru juga, ikut-ikutan menyebarkan keterselipan ini tanpa tahu ilmu dan sumbernya. Ustadz Ahmad menegaskan, makna Id bukan kembali. Kata Id (عيد) dalam Idul Fitri sama sekali bukan kembali. Dalam bahasa Arab, Id (عيد) berarti hari raya. Bentuk jamaknya a'yad (أعياد). Maka setiap agama punya Id atau hari raya sendiri-sendiri. 

Ia juga menegaskan, makna kata Fithri juga bukan suci. Dalam bahasa Arab kita mengenal dua kata yang nyaris mirip tetapi berbeda, yaitu fithrah (فطرة) dan fithr (فطر).

Makna Fithrah

Yang pertama adalah kata fithrah (فطرة). Jumlah hurufnya ada empat yaitu fa', tha', ra' dan ta' marbuthah. Umumnya fithrah diartikan oleh para ulama sebagai kesucian atau juga bermakna agama Islam. Seperti hadits berikut ini:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأْظْفَارِ وَغَسْل الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإْبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

"Ada sepuluh hal dari fitrah (kesucian), yaitu memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup bulu kemaluan dan istinja (cebok) dengan air.” (HR. Muslim).

Dan juga bermakna agama Islam, sebagimana hadits berikut ini:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ وُلِدَ عَلىَ الفِطْرَةِ أَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِهِ

Tidak ada kelahiran bayi kecuali lahir dalam keadaan fitrah (muslim). Lalu kedua orang tuanya yang akan menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. (HR. Muslim).

Makna Fithr

Sedangkan kata fithr (فطر) sangat berbeda maknnya dari kata fithrah. Memang sekilas keduanya punya kemiripan. Tetapi coba perhatikan baik-baik, ternyata kata fithr itu hurufnya cuma ada tiga saja, yaitu fa', tha' dan ra', tanpa tambahan huruf ta' marbuthah di belakangnya.

Apakah perbedaan huruf ini mempengaruhi makna? Jawabnya tentu saja mempengaruhi makna. Keduanya punya makna yang berbeda dan amat jauh perbedaannya.

Dalam bahasa Arab, kata fitrh (فطر) bermakna makan atau makanan dan bukan suci ataupun keislaman. Pembentukan kata dasar ini bisa menjadi makan pagi, yaitu fathur (فطور), dan juga bermakna berbuka puasa, yaitu ifthar (إفطار). Perhatikan teks hadits yang sudah kita hafal terkait dengan berbuka puasa.

لِلصَّائِمِ فَرْحَتاَنِ: فَرْحَةٌ حِيْنَ يُفْطِرُ وَ فَرْحَةٌ حِيْنَ يَلْقَى رَبَّهُ

Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, yaitu ketika berbuka puasa dan ketika bertemu tuhannya. (HR. Muslim). Kata yufthiru (يفطر) di dalam hadits di atas itu artinya adalah berbuka puasa, yang ditandai dengan memakan makanan.

"Disinilah banyak orang yang rancu dan kurang bisa membedakan makna. Dikiranya fithr itu sama saja dengan fithrah, sehingga dengan ceroboh diarti seenaknya menjadi : ’kembali kepada fitrah," katanya.

Kata dia, betapa banyak kita menyaksikan kekeliruan demi kekeliruan yang dipajang dengan bangga, padahal keliru. Baliho yang dipasang, kartu ucapan selamat, bahkan SMS yang dikirimkan, termasuk televisi nasional ramai-ramai menganut kekeliruan massal ini, tanpa pernah teliti dan bertanya kepada ahlinya.