Kenduri Nuzulul Quran, Tradisi Khas Akhir Ramadhan di Aceh

Red: Nashih Nashrullah

Selasa 19 May 2020 21:23 WIB

Warga mempersiapkan makanan berbuka pada kenduri Nuzulul Quran di Masjid Raudhatul Jannah, Desa Pango Raya, Banda Aceh, Aceh (Ilustrasi) Foto: Antara/Irwansyah Putra Warga mempersiapkan makanan berbuka pada kenduri Nuzulul Quran di Masjid Raudhatul Jannah, Desa Pango Raya, Banda Aceh, Aceh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Kenduri Nuzulul Quran yang dilaksanakan warga Muslim di Provinsi Aceh pada setiap pertengahan dan akhir Ramadhan merupakan salah satu kearifan lokal yang hingga kini masih dipertahankan.

Tradisi tersebut bagi masyarakat Aceh, khususnya Aceh Besar dan Kota Banda Aceh itu dinamakan kenduri "Tammat Daruh" atau bermakna kenduri khatam Alquran, sebab dilaksanakan setelah usai tadarus Alquran pada setiap malam Ramadhan.

Baca Juga

Hidangan aneka masakan, dan juga bermacam jenis kue tersajikan di atas talam yang diberi penutup (tutup saji) dari rumah warga dibawa ke meunasah atau masjid untuk santapan menu berbuka puasa bersama pada kenduri Nuzulul Quran di setiap Ramadhan.

Namun, kenduri Nuzulul Quran pada Ramadhan 1441 Hijriyah atau 2020 Masehi, nuansanya memang jauh berbeda dengan puasa tahun-tahun sebelumnya.

Ramadhan tahun ini juga tidak terlihat anak-anak saling berebut lauk-pauk saat sirine berbuka berbunyi dari pengeras suara di meunasah atau masjid pada kenduri Nuzulul Quran.

Ramadhan 2020 berlangsung di tengah-tengah pandemi Covid-19 yang begitu cepat mewabah ke seluruh penjuru dunia dengan korban meninggal dunia tidak sedikit akibat virus yang awalnya mewabah di Wuhan, China, akhir 2019.

Karena kondisi dunia yang sedang dilanda wabah Covid-19 ini, maka tidak semua desa di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh juga menggelar kenduri Nuzulul Quran pada Ramadhan 1441 H.

Pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia, pertama kalinya mencuat di awal Maret 2020.

"Alhamdulillah, Aceh masih berstatus daerah hijau Covid-19. Kita terus berdoa agar wabah corona segera diangkat oleh Allah dari bumi Indonesia khususnya," kata warga Gampong Ateuk Munjeng Kota Banda Aceh, Khairullah.

"Kenduri Nuzulul Quran tahun ini tetap kita laksanakan walaupun nuansanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kenduri ini adalah salah satu kearifan lokal, khususnya Aceh Besar dan Kota Banda Aceh," katanya menjelaskan.

Menurut Khairullah yang juga Ketua TPG Gampong Ateuk Munjeng, kalau tahun-tahun sebelumnya, kegiatan dilaksanakan agak meriah dengan mengundang warga dari desa-desa tetangga untuk buka puasa bersama dengan masyarakat lokal di meunasah, namun tahun ini tidak dilakukan. 

Tidak mengundang warga dari desa-desa tetangga karena pertimbangan pandemi wabah virus corona, meski di Aceh masih dinyatakan daerah hijau COVID-19.

Kenduri Nuzulul Quran dengan menu utama berbuka puasa bagi masyarakat Aceh Besar dan Kota Banda Aceh adalah "kuah beulangong" yang dimasak dengan cara bergotongroyong di meunasah masing-masing gampong.

Menu "kuah beulangong" masakan khas Aceh Besar itu adalah daging sapi dan kambing dengan campuran aneka bumbu, serta sayuran buah nangka mentah yang dimasak dalam kuali besar (beulangong).

Puluhan belanga duduk seimbang di atas tungku perapian. Mereka di jejer rapi oleh warga di halaman samping dari menasah yang ada di kawasan Gampong Ateuk Munjeng, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh.

Selain buah nangka mentah, untuk sayuran pelengkap dalam masakan "kuah beulangong" ada juga yang dicampur batang pisang, buah pisang kepok mentah dan buah labu.

Selain makna religius, kenduri Nuzul Quran di Aceh juga menjadi ajang silaturahmi antar warga saat bulan Ramadhan. Sebab dari awal hingga akhir dari proses kenduri itu melibatkan seluruh warga gampong.

"Dari awal sampai akhir dari proses kenduri ini diputuskan melalui rapat warga, termasuk soal pembiayaan untuk membeli ternak. Kemudian dari penyembelihan ternak hingga memasak juga bersama-sama masyarakat gampong," kata Khairullah yang akrab disebut Yahbit. 

photo
Warga membawa hidangan berbentuk rumah adat yang berisi makanan dari hidang pada kenduri Nuzulul Quran di Masjid Raudhatul Jannah, Desa Pango Raya, Banda Aceh, Aceh. Ilustrasi. (Antara/Irwansyah Putra)

Kenduri Nuzulul Quran Ramadhan 2020, warga Ateuk Munjeng hanya memasak sebanyak 26 kuali "kuah beulangong" untuk dibagikan secara merata kepada seluruh masyarakat di desa tersebut.

Selain Gampong Ateuk Munjeng, penduduk Lampoh Daya Kota Banda Aceh juga hanya menggelar buka puasa bersama dengan warga lokal tanpa mengundang masyarakat desa tetangga seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya.

Kampung mereka kerap dikenal dengan salah satu desa di ibu kota provinsi Aceh yang selalu banyak menghidangkan kuah beulangong pada setiap peringatan hari-hari besar Islam.

Selain dihidangkan untuk warga setempat, kenduri Nuzulul Quran yang digelar pada waktu berbuka puasa yang kali ini tanpa kehadiranwarga desa tetangga.

Tidak ada kemeriahan pada kenduri Nuzulul Quran Puasa Ramadhan di masa pandemi Covid-19, kata Keuchik (Kades) Gampong Lampoh Daya, Sri Darmawan.

Kenduri Nuzulul Quran tahun-tahun lalu, masyarakat membeli sapi dengan cara "meuripee" atau patungan, selain ada juga warga yang menyumbang untuk hakikah anaknya.

Selain hidangan menu kuah beulangong, tak sedikit pula warga menyumbakan makanan hasil olahan rumahan dengan mengantarnya langsung ke masjid ataupun mushalla tempat diadakannya tradisi kenduri Nuzulul Quran.

Buka puasa bersama keluarga besar sebagai tradisi kenduri pada setiap Ramadhan di Aceh kini juga jarang dilakukan sebagai dampak mewabahnya virus corona pada puasa 2020.

Tradisi buka puasa bersama di lingkungan perkantoran pemerintah, swasta, organisasi dan TNI/Polri yang biasanya kerap dilakukan, namun Ramadhan ditengah pandemi Covid-19 juga tidak dilakukan. Mudah-mudahan wabah virus corona segera berlalu dan berbagai aktivitas masyarakat dan lembaga/pemerintahan bisa pulih dan ekonomi berdenyut kembali.