Ahad 17 May 2020 16:14 WIB

Jika Haji Terlaksana, Perlu Pembagian Kluster Jamaah

Belum ada informasi pasti pelaksanaan haji dari Arab Saudi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Jika Haji Terlaksana, Perlu Pembagian Kluster Jamaah
Foto: Republika/Erik PP
Jika Haji Terlaksana, Perlu Pembagian Kluster Jamaah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama memutuskan menunggu sampai 20 Mei untuk mengetahui nasib penyelenggaraan ibadah haji 2020. Keputusan ini diambil karena hingga saat ini belum ada informasi pasti dari Pemerintah Saudi untuk pelaksanaan haji.

Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah, Ade Marfuddin menyebut, jika nantinya Kerajaan Saudi memilih meneruskan proses penyelenggaraan haji, Indonesia mempunyai dua pilihan. Pertama, memutuskan tidak memberangkatkan jamaahnya atau mengurangi kuota jamaah.

Baca Juga

"Kalau misalnya haji 2020 tetap dilaksanakan, Indonesia punya dua pilihan. Menolak atau mengikuti dengan catatan," ujar Ade saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (17/5).

Jika Pemerintah Indonesia menolak memberangkatkan jamaahnya, Ade menyebut ini berarti pemerintah menghargai nyawa masyarakatnya. Pandemi Covid-19 hingga kini masih menjadi musuh bersama yang tak kasat mata.

Ia lantas mengingatkan untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai pilihan ikut serta dalam pelaksanaan haji tahun ini, berujung menghasilkan risiko yang lebih besar dan menyebarkan virus lebih luas.

Ketika pilihan pertama ini diambil, pemerintah diminta segera bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama ini diperlukan untuk menjelaskan kepada jamaah yang kecewa karena ditunda keberangkatannya secara lebih dekat dan religius.

Pertimbangan kesehatan dan kenyamanan jamaah haji Indonesia harus diperhatikan betul dalam mengambil keputusan. Terlebih, penyebaran virus ini di Indonesia masih terbilang tinggi.

"Fatwa dari MUI bisa keluar, bahwa tahun ini Indonesia tidak mengirimkan jamaahnya. Dengan mempertimbangkan aspek kesehatan. Isthita'ah itu amanat menjaga keamanan dan kesehatan, sementara kondisi saat ini bertentangan dengan itu," kata dia.

Adapun jika Pemerintah Indonesia memutuskan berpartisipasi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2020, pemerintah harus membagi jamaahnya menjadi beberapa kluster berdasarkan usia. Pemerintah harus tegas jamaah usia berapa yang akan diberangkatkan.

Pembagian berdasarkan kluster dibutuhkan, mengingat ibadah yang akan dijalankan nantinya akan berbeda dari proses normal biasanya. Kondisi saat ini, baik di Saudi maupun Indonesia, masih di bawah bayang-bayang Covid-19 dan belum stabil.

"Karena kondisi rentan, jamaah yang berangkat setidaknya imunnya harus kuat. Ibadah haji itu imun, aamiin, dan aman," ucap Ade.

Bagi jamaah dengan risiko tinggi atau usia di atas 50 tahun, Ade menyebut perlu diberikan pendampingan dan pengertian. Fatwa dari MUI bisa dikeluarkan sebagai sarana untuk memberikan pengertian kepada mereka.

Sinergi antara pemerintah dan MUI yang selaras dan sejalan disebut dapat mengurangi gejolak di masyarakat atas putusan terkait pelaksanaan haji 2020 nanti.

Sebelumnya, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI mengusulkan rencana menentukan kepastian keberangkatan jemaah haji asal Indonesia paling lambat pada 20 Mei 2020.

Rencana ini diambil mengingat hingga saat ini belum ada kabar dari Saudi, sementara waktu persiapan semakin sempit. Zainut juga mengatakan Saudi akan memasuki masa libur musim panas yang akan berlangsung hingga pertengahan Juni

Patokan waktu ini diperlukan karena berkaitan dengan kejelasan jamaah dan persiapan haji yang akan dilakukan.

"Batas waktu terakhir tersebut juga akan menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan estimasi kondisi penanganan wabah Covid-19 terkait persiapan-persiapan haji di dalam negeri dan pelaksanaannya nanti di Arab Saudi," kata dia saat itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement