Memaknai Peringatan Nuzulul Quran

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil

Senin 11 May 2020 16:00 WIB

Memaknai Peringatan Nuzulul Quran. Foto:   Ilustrasi Nuzulul Quran Foto: Foto : MgRol_93 Memaknai Peringatan Nuzulul Quran. Foto: Ilustrasi Nuzulul Quran

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peringatan Nuzulul Quran sudah menjadi tradisi di lingkungan umat Islam termasuk di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim. Tentu bukan sekedar untuk mengenang atau mengingat peristiwa diturunkannya Alquran sebagai wahyu dari Allah melalui Malaikat Jibril kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengatakan, banyak pandangan tentang waktu diturunkannya Alquran. Tapi tidak bisa berdebat tentang kapan persisnya Alquran diturunkan. Namun, Alquran itu diturunkan Allah lewat Malaikat Jibril kepada Rasulullah di bulan Ramadhan pada malam lailatul qadar.

Baca Juga

"Bertahun-tahun kita sering memperingati Nuzulul Quran ini, sekarang bagaimana agar kita mencari makna yang mendalam sekaligus bisa kita bumikan dalam kehidupan sehari-hari Alquran ini," kata Haedar dalam acara Kajian Daring Ramadhan Website Muhammadiyah bertema 'Memaknai Peringatan Nuzulul Quran' pada Ahad (10/5) malam.

Ia menerangkan, Alquran sebagai wahyu Allah yang diterima Nabi akhir zaman itu berfungsi sebagai hidayah. Di Surah Al-Baqarah ayat 185 dikatakan bahwa Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alquran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan menjadi pembeda antara yang hak dan yang bathil.

Alquran menjadi petunjuk bagi manusia bahkan dikatakan bagi seluruh manusia. Artinya Alquran adalah wahyu yang universal atau wahyu yang bersifat umum untuk menjadi panduan bagi kehidupan umat manusia.

Lantas kenapa manusia itu memerlukan petunjuk? Pertama, manusia itu sebenarnya dengan Ar Rahman Ar Rahiim Allah sudah diberikan fitrah di dalam dirinya. Yakni fitrah beragama atau fitrah bertuhan. Fitrah itu melekat pada sebagian makhluk Allah, bahkan seluruh makhluk Allah itu tunduk taat kepada penciptanya.

Kedua, manusia secara spesifik diberi hidayah yang sifatnya melekat di dalam dirinya yakni fitrah beragama. Dalam Surah Al-A'raf Ayat 172, Allah bertanya kepada para ruh, apakah engkau tahu bahwa Aku adalah Tuhanmu. Kemudian para ruh manusia menjawab, iya Engkau adalah Tuhan kami.

Artinya seluruh manusia di muka bumi ini termasuk mereka yang mengaku sebagai ateis. Sebenarnya di dalam dirinya ada jiwa beragama dan jiwa bertuhan. "Kita tidak bisa membayangkan seorang ateis di kala hidupnya gundah, ada banyak pertarungan, banyak peristiwa besar, di situlah sesungguhnya dia (manusia) akan mencari sesuatu yang metafisik di luar sesuatu yang berada dalam jangkauan fisik dan panca indranya, di situlah sesungguhnya naluri bertuhan itu muncul," ujarnya.

Haedar menegaskan, intinya manusia diberi ilham untuk bertuhan dan beragama. Tetapi karena satu dan lain hal serta lingkungan, kemudian naluri atau fitrah beragama itu luruh menjadi minimal. Bahkan menjadi kecil atau dinegasikan. Sehingga muncul orang-orang yang tidak percaya akan agama dan Tuhan.

Orang-orang disebut kafir karena mengingkari ruh beragama. Mereka mengingkari fitrah beragama yang diberikan Tuhan. Di saat seperti itulah Allah menurunkan fitrah yang lain, yakni kitab suci kepada para Nabi dan Rasul. Kemudian menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW di akhir zaman.

"Alquran sebagai fitrah yang diturunkan Allah dalam bentuk wahyu itu merupakan pembimbing untuk menyempurnakan, dan (Alquran) satu paket dengan fitrah (beragama dan bertuhan) yang diberikan Tuhan itu," jelasnya.

Haedar mengingatkan, Alquran sesuatu yang harus dibaca, disimak, dipahami, dicerna dan diimplementasikan. Maka orang atau para ulama menyebut Alquran sebagai hidayah. Hidayah yang sifatnya keagamaan dan hidayah yang akan membimbing manusia. Supaya manusia betul-betul meyakini dan memahami tentang iman kepada Allah dan segala ciptaan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

Ia mengatakan, dalam berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia mempunyai Pancasila dan agama. Maka jadikan Pancasila dan agama itu sebagai pondasi hidup agar tidak salah arah di dalam kehidupan.

"Jadikanlah Alquran sebagai kitab hidayah atau kitab yang menjadi arah hidup kita, saya yakin kalau ini kita jadikan rujukan maka hidup kita ini akan jelas arahnya dan ketika kita berbuat tahu mana yang benar, baik dan pantas, dan memisahkan diri dari yang tidak benar, tidak pantas dan tidak baik," jelasnya.

Haedar mengatakan, agama memberi panduan moral dan ruhani bahwa arah hidup itu harus jelas. Yakni bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Begitulah Islam memberi berbagai macam petunjuk agar manusia selamat di dunia dan akhirat. Sehingga manusia masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.

Dia mengajak seluruh kaum Muslimin bersama-sama memaknai Nuzulul Quran dan menjadikannya momentum ini untuk memperdalam keyakinan serta pemahaman. Alquran juga disebut sebagai kitab ilmu pengetahuan, manusia dibimbing Alquran agar berpikir. Maka dalam menjalani hidup setidaknya jadikan Alquran menjadi dua hal, yakni sebagai kitab hidayah dan kitab ilmu. 

"Yakni sebagai kitab hidayah, kitab yang memberi arah hidup kita, yang komprehensif dan pondasinya kokoh, sekaligus menjadi kitab ilmu yang memberi arah untuk menjadi alat instrumen hidup kita sehingga kita menjadi umat yang terbaik di muka bumi ini menjadi khairu ummah," ujarnya.