Sabtu 09 May 2020 21:19 WIB

Menelusuri Makna Hadis 'Jihad Besar dan Jihad Kecil'

Hadis tentang melawan hawa nafsu sebagai jihad besar dihukumi tidak sahih.

ilustrasi jihad
Foto: tangkapan layar Rabithah Alawiyah
ilustrasi jihad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadis, dijelaskan sebagai berikut. Suatu ketika, sepulang dari medan perang Nabi Muhammad SAW bersabda kepada para sahabatnya, “Kalian telah pulang dari suatu jihad kecil menuju jihad besar.”

Sahabat pun bertanya, “Apakah jihad yang lebih besar itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Jihad melawan hawa nafsu.”

Baca Juga

Secara sanad, hadis itu dihukumi lemah. Akan tetapi, makna atau substansinya dinilai sahih.

Jihad melawan hawa nafsu hakikatnya adalah dasar dari jihad melawan musuh-musuh Allah. Sebab, seseorang tak akan mampu berperang melawan mereka sampai ia berhasil menundukkan hawa nafsunya sendiri.

 

Jadi, jihad melawan hawa nafsu bukan untuk menghentikan jihad qital (berperang) yang sesuai syariat yakni dalam melawan musuh-musuh Allah--yakni mereka yang telah memerangi, membunuh, dan mengusir orang Islam dari kampung halamannya serta memerangi agama Allah.

Hadis ini disebutkan oleh al-Mula Ali al-Qari dalam kitabnya Al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudhu’ah (Rahasia-Rahasia yang Terangkat dalam Hadis-Hadis Palsu), juga dalam kitab Tadzkirat al-Maudhu’at (Peringatan akan Hadis-Hadis Palsu) karangan Muhammad bin Thahir al-Fitani.

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Jabir telah datang kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, “Orang-orang yang baru berperang?’ Maka Rasulullah SAW berkata, “Kalian datang dengan sebaik-baik kedatangan, kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar.” Mereka bertanya, “Apakah jihad besar itu?” Beliau menjawab, “Jihadnya seorang hamba melawan hawa nafsunya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitabnya Al-Zuhd, dan mengatakan sanadnya dhaif (lemah). Ibnu Taimiyah mengatakan, hadis ini tidak ada dasarnya, tidak ada seorang ahli perkataan dan perbuatan Nabi SAW pun yang meriwayatkannya.

Maka, dari sisi sanad, hadis ini tidak sahih dan tidak pula hasan. Hadis ini tidak diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis yang menjadi sandaran umat Islam.

Adapun dari aspek maknanya. Kalau yang dipersepsikan adalah merendahkan urusan jihad di jalan Allah, maka makna ini tidak bisa diterima dan harus ditolak.

Sebab, Alquran dan sunah Nabi penuh dengan penegasan tentang keutamaan dan tingginya kedudukan jihad dalam Islam.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurat [49]: 15).

Adapun, jika yang dimaksud adalah perhatian terhadap jihad melawan hawa nafsu, melatih diri, dan berjuang melawan segala godaan dan kemauan hawa nafsu, maka makna ini dapat diterima.

Sebab, kita memang diperintahkan untuk bisa menundukkan hawa nafsu sehingga ia tunduk kepada perintah dan kehendak Allah SWT (QS al-Nazi’aat [79]: 40-41).

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement