Jumat 08 May 2020 18:27 WIB

UKM Panganan Lebaran pun Merana Akibat Corona

Semenjak pandemi corona, tidak ada lagi permintaan dari pedagang di Pasar Jimbaran.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Ngatini (72), pembuat opak ketan sedang beraktivitas di dapur rumahnya, Dusun Pancoran, Kelurahan harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Usaha kecil rumahan aneka jenis penganan tradisional ini ikut terdampak Korona dan kehilangan omset cukup signifikan.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Ngatini (72), pembuat opak ketan sedang beraktivitas di dapur rumahnya, Dusun Pancoran, Kelurahan harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Usaha kecil rumahan aneka jenis penganan tradisional ini ikut terdampak Korona dan kehilangan omset cukup signifikan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Udara panas yang keluar dari tungku berbahan bakar kayu lengkeng, tak menyurutkan Ngatini (72), untuk terus membalik lempeng demi lempeng opak ketan di atas alat pemanggang tradisional.

Cara ini diulanginya terus menerus, nyaris tak berjeda, hingga satu per satu lempeng opak ketan tersebut terpanggang merata dan tidak gosong akibat terlalu lama terpapar panas di atas bara.

Dengan kedua tangan yang kulitnya tak lagi kencang, perempuan paruh baya warga Dusun Pancoran, Kelurahan Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini, masih cukup lincah melakukan rutinitas tersebut.

Setiap lempeng opak ketan tersebut, kini menjadi asa baginya untuk tetap bisa memperoleh penghasilan, setelah pandemi virus Korona turut memukul usaha kecil penganan tradisional yang ditekuninya.

“Setiap pekan, biasanya saya bisa membuat hingga 50 keranjang opak ketan, sekarang bisa membuat tiga keranjang per pekan sudah banyak,” ungkapnya, saat ditemui di sela aktivitasnya.

Ngatini mengaku, sejak pandemi corona, telah memukul dan membuat usaha rumahan yang memproduksi aneka panganan tradisional tersebut turut lesu, karena memang permintaan yang cenderung sepi.

Padahal, jelasnya, setiap bulan Ramadhan biasanya menjadi berkah bagi dirinya dan belasan pelaku usaha kecil pembuat penganan tradisional yang ada di lingkungan Dusun Pancoran tersebut.

Karena banyak permintaan dan pemesanan aneka jenis penganan untuk disajikan pada saat Hari Raya Idul Fitri. “Karena sepi permintaan, saat ini hanya tinggal lima usaha kecil yang masih bertahan,” tambahnya.

Hal ini juga diamini oleh Anastasia Suwarti (52), pelaku usaha kecil panganan tradisional lainnya, yang ada di lingkungan Dusun Pancoran, Kelurahan Harjosari.

Karena permintaaan pembuatan penganan pada Ramadhan kali ini menurun cukup tajam, beberapa pelaku usaha rumahan terpaksa memilih berhenti karena tidak berani berspekulasi atau takut merugi.

Selama ini, sentra usaha rumahan di dusun ini memproduksi berbagai jenis penganan tradisional seperti onde-onde ceplis, unthuk cacing, opak ketan, untir-untir, kembang goyang, hingga geplak.

Selain menerima pesanan dari orang (warga) yang akan punya hajatan, produksi penganan ini juga untuk memenuhi pesanan para pedagang yang ada di Pasar Jimbaran, Kecamatan Bandungan.

Semenjak pandemi corona tidak ada lagi permintaan dari pedagang di Pasar Jimbaran. Sementara berbagai kegiatan hajatan seperti pernikahan atau kegiatan yang mengundang orang banyak sementara juga masih dilarang akibat situasi pandemi.

Kendati begitu, walaupun tidak banyak, ia masih tetap produksi sejumlah jenis penganan, seperti opak ketan, onde-onde ceplis, serta unthuk cacing guna melayani siapapun yang akan membeli untuk keperluan lebaran.

Karena di wilayah perdesaan di Kabupaten Semarang, aneka panganan tradisional tersebut masih sangat digemari dan biasanya selalu disiapkan dan disajikan bagi para tamu pada saat  Idul Fitri.

“Kalau penganan untuk Lebaran sekarang kan, yang populer kan nastar, kastengel, atau jenis kue kering lainnya, tapi kalau warga di desa ya masih menggemari opak ketan, unthuk cacing, atau onde-onde ceplis,” tambahnya.

Ngatini juga menyampaikan, karena pada Ramadhan kali ini permintaan lesu akibat dampak wabah corona, maka omzet dari usaha kecilnya pun juga menurun tajam, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Untuk memenuhi pesanan kebutuhan Lebaran tahun lalu, ia bahkan bisa memproduksi hingga 200 keranjang opak ketan, dengan harga per keranjang (berat lima kilogram) dijual dengan harga Rp 50 ribu.

Sedangkan untuk onde-onde ceplis serta unthuk cacing hingga 20 keranjang. Biasanya lonjakan  permintaan aneka penganan ini sudah terasa satu bulan sebelum Ramadhan hingga pertengahan Ramadhan.

Namun sejak sebelum Ramadhan dan Ramadhan sudah memasuki pekan kedua kali ini, pesanan aneka penganan tersebut cendrung sepi dan ia sendiri baru memproduksi kurang dari 10 keranjang.

Hal yang sama juga dialami pelaku usaha yang lain di lingkungannya. “Semoga, wabah corona ini cepat berlalu, sehingga usaha kecil kami bisa bangkit dan kembali normal," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement