Rabu 06 May 2020 11:24 WIB

Isolasi Satu Kampung di Garut Selesai, Bagaimana Hasilnya?

Kampung tersebut diisolasi karena dianggap sebagai zona merah penyebaran Covid-19.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Mas Alamil Huda
Pengendara motor melintas di dekat jalan perumahahan yang ditutup karena warganya melakukan isolasi mandiri.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibow
Pengendara motor melintas di dekat jalan perumahahan yang ditutup karena warganya melakukan isolasi mandiri.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jawa Barat, menghentikan masa isolasi satu kampung di Kecamatan Cigedug. Kampung tersebut diputuskan untuk diisolasi sejak 14 hari lalu karena dianggap sebagai zona merah penyebaran Covid-19.

Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, proses isolasi warga satu kampung selama 14 hari telah selesai sejak pertama kali dimulai pada 22 April. Warga di satu kampung itu dipastikan tak ada yang terpapar Covid-19 setelah menjalani masa isolasi tersebut. 

Warga di kampung itu pun dinyatakan dapat kembali beraktivitas di luar rumah. "Sudah berhasil di Cigedug (isolasi mandiri)," kata dia, Rabu (6/5).

Rudy mengatakan, selama isolasi, setiap kepala keluarga (KK) diberikan bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah sebesar Rp 700 ribu. Total, Pemkab Garut mengeluarkan anggaran sebesar Rp 210 juta untuk 315 KK di kampung itu.

Meski isolasi telah selesai, warga di kampung itu tetap harus mengikuti aturan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pasalnya, PSBB di Jawa Barat, termasuk Kabupaten Garut, telah diberlakukan. Pembatasan itu berlaku juga di Kecamatan Cigedug.

Sebelumnya, Pemkab Garut mengisolasi warga di salah satu kampung di Kecamatan Cigedug mulai Rabu (22/4). Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatakan, satu orang pasien positif Covid-19 dan meninggal dunia berasal dari wilayah itu. 

Ketika meninggal, dia melanjutkan, pasien itu berstatus sebagai pasien dalam pengawasan (PDP). Pasien itu juga sempat pulang tanpa sepengetahuan petugas medis di RSUD dr Slamet.

"Jadi, kita isolasi mandiri. Almarhum telah melakukan kontak erat dengan sekira 41 KK (kepala keluarga)," kata dia saat itu.

Helmi mengatakan, terdapat 315 KK yang tinggal di kampung itu. Mereka semua ikut diisolasi karena dikhawatirkan pernah melakukan kontak dengan 41 KK yang pernah kontak erat dengan pasien itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement