Selasa 05 May 2020 22:15 WIB

Masih Masa Iddah, Wanita Dilarang Berhaji

Ada hadits yang membolehkan para wanita untuk berkunjung ke rumah tetangga.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Masih Masa Iddah, Wanita Dilarang Berhaji. Foto ilustrasi jamaah haji perempuan Indonesia menunggu dengan tertib  untuk masuk ke raudhah.
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Masih Masa Iddah, Wanita Dilarang Berhaji. Foto ilustrasi jamaah haji perempuan Indonesia menunggu dengan tertib untuk masuk ke raudhah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Selama masa iddah seorang wanita diharamkan keluar dari rumah termasuk pergi haji. Seorang wanita yang sedang menjalani masa iddah diwajibkan melakukan apa yang disebut dengan mualazamtu as-sakan yang artinya adalah selalu berada di dalam rumah, tidak keluar dari dalam rumah, selama masa iddah itu berlangsung. 

"Selain itu mereka juga diharamkan untuk berhias, menerima khitbah atau pinangan dari laki-laki, serta larangan untuk menikah," kata Ustaz Ahmad Sarwat, Lc,. MA dalam bukunya "Ibadah Haji Syarat-syarat". "Wanita itu tidak diperkenankan keluar meninggalkan rumah tempat dia di mana menjalani masa iddah itu, kecuali ada udzur-uzdur yang secara syar’i memang telah diperbolehkan, atau ada hajat yang tidak mungkin ditinggalkan," katanya.

Ustaz Ahmad, memastikan, wanita yang melakukan pelanggaran ini berdampak pada dosa dan kemasiatan. Dan bagi suami yang mentalak istrinya, ada kewajiban untuk menegur dan mencegah istrinya bila keluar dari rumah. 

Dalilnya adalah apa yang telah Allah SWT tetapkan di dalam Alquran Al-Karim surah Ath-Thalaq ayat 1 yang artinya. "Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah para wanita itu keluar dari rumah."

Namun kata Ustaz Ahmad, para ulama, di antaranya Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, serta Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits dan yang lainya, mengatakan bahwa bagi wanita yang ditalak bain, yaitu talak yang tidak memungkinkan lagi untuk dirujuk atau kembali, seperti ditalak untuk yang ketiga kalinya. "Maka mereka diperbolehkan untuk keluar rumah, setidak-tidaknya pada siang hari," katanya.

Alasannya karena wanita yang telah ditalak seperti itu sudah tidak berhak lagi mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Dan dalam keadaan itu, dia wajib mencari nafkah sendiri dengan kedua tangannya. 

Maka tidak masuk akal bila wanita itu tidak boleh keluar rumah, sementara tidak ada orang yang berkewajiban untuk menafkahinya. Selain itu memang ada nash yang membolehkan hal itu, sebagaimana hadits berikut ini.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, dia berkata,”Bibiku ditalak yang ketiga oleh suaminya. Namun beliau tetap keluar rumah untuk mendapatkan kurma (nafkah), hingga beliau bertemu dengan seseorang yang kemudian melarangnya. Maka bibiku mendatangi Rasulullah SAW sambil bertanya tentang hal itu. Dan Rasululah SAW berkata, ”Silahkan keluar rumah dan dapatkan nafkahmu, barangkali saja kamu bisa bersedekah dan mengerjakan kebaikan. (HR. Muslim).

Ustaz Ahmad menerangkan, dalam hal ini yang menjadi ‘illat atas kebolehannya semata-mata karena wanita itu tidak ada yang memberinya nafkah untuk menyambung hidup. Sedangkan bila ada yang memberinya nafkah, atau dia adalah wanita yang punya harta, yang dengan hartanya itu cukup untuk menyambung hidup tanpa harus bekerja keluar rumah, maka kebolehan keluar rumah itu tidak berlaku. 

"Selain itu juga ada hadits yang membolehkan para wanita untuk berkunjung ke rumah tetangga pada saat-saat menjalani masa ‘iddah, dan hal itu atas seizin dan sepengetahuan Rasulullah SAW," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement