Selasa 05 May 2020 14:38 WIB

KPK akan Analisis Aduan dari MAKI Soal Prakerja

Analisis merupakan langkah awal pada setiap laporan masyarakat.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menganalisis lebih lanjut aduan dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) perihal proyek Kartu Prakerja pada tahun anggaran 2020 dengan nilai Rp 5,6 triliun. Analisis merupakan langkah awal pada setiap laporan masyarakat.

Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa setiap laporan masyarakat, termasuk dari MAKI, tentu akan ada langkah-langkah analisis lebih lanjut dengan lebih dahulu melakukan verifikasi mendalam terhadap data tersebut. "Selanjutnya akan dilakukan telaahan dan kajian terhadap informasi dan data," ucap Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (5/5).

Baca Juga

Jika dari hasil telaahan dan kajian tersebut memang ditemukan adanya indikasi peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan KPK melakukan langkah-langkah hukum berikutnya sesuai dengan kewenangan lembaga antirasuah ini.

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman telah mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/5). Boyamin meminta KPK menindaklanjuti pengaduan MAKI atas proyek Kartu Prakerja.

MAKI pada hari Kamis (23/4) mengirimkan surat ke KPK meminta lembaga antirasuah itu ikut mengawal dan mencegah potensi korupsi atas proyek Kartu Prakerja.

Dalam kedatangannya itu, dia mengaku bertemu dengan dua orang dari Tim Analis Pengaduan Masyarakat KPK dengan bentuk pendalaman materi disertai diskusi. Pertama, dia meminta KPK sudah memulai melakukan penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan/keterangan karena pada saat ini telah ada pembayaran secara lunas program pelatihan peserta Kartu Prakerja gelombang I dan gelombang II.

Kedua, kata dia, MAKI memberikan keterangan tambahan disertai contoh kasus perkara lain dugaan penunjukan delapan mitra platform digital yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dalam bentuk kerja sama. 

Ketiga, dia menilai harga pelatihan masing-masing delapan mitra dengan kisaran antara Rp200 ribu dan Rp1 juta terlalu mahal apabila didasarkan ongkos produksi materi bahan pelatihan. Begitu pula, jika dibandingkan dengan gaji guru atau dosen dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas tatap muka.

Keempat, terkait dengan dugaan mark up, dia tetap menyodorkan argumen berdasarkan pendapat peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda yang menyebut delapan platform yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan pelatihan Kartu Prakerja berpotensi meraup untung sebesar Rp3,7 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement