Puasa Ramadhan Mengasah Kepekaan Sosial (2-Habis)

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil

Kamis 30 Apr 2020 20:00 WIB

Puasa Ramadhan Mengasah Kepekaan Sosial . Foto: Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Puasa Ramadhan Mengasah Kepekaan Sosial . Foto: Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Asrorun menjelaskan, puasa juga bermanfaat untuk mengasah kepekaan sosial atau solidaritas sosial dengan pendekatan partisipatoris atau pendekatan keterlibatan. Saat berpuasa seorang Muslim merasakan kondisi lapar, tapi memilih menahan lapar. Meski memiliki sesuatu untuk dimakan guna memenuhi kebutuhan dan mengatasi rasa lapar itu.

"Dengan pengalaman itu, kita bisa introspeksi dan merasakan betapa susah saudara kita yang merasakan lapar sementara tidak tersedia bahan pangan untuk ia konsumsi," kata KH Asrorun belum lama ini.

Baca Juga

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, dari pengalaman menahan lapar saat berpuasa akan muncul sensitivitas sosial dan solidaritas sosial. Karena dapat merasakan sulitnya saudara-saudara yang mengalami kondisi kelaparan seperti yang dialami Muslim yang menjalankan ibadah puasa.

Seorang Muslim menahan lapar saat berpuasa karena disengaja, tapi saudara-saudara yang kelaparan bisa berhari-hari tidak makan karena memang tidak ada sesuatu untuk dimakan. Untuk itu, menjadi tanggung jawab bersama untuk hadir, menjadi solusi dan berbagi dengan saudara-saudara yang membutuhkan pertolongan.

"Islam juga mendorong berbagi agar terwujud semangat saling menolong dalam kebaikan, zakat juga diwajibkan bermanfaat untuk jaminan keadilan sosial agar terwujud pemerataan," jelasnya.

KH Asrorun menjelaskan, melalui puasa Ramadhan seorang Muslim diajari untuk merasakan secara langsung derita yang dialami sebagian saudara-saudara yang membutuhkan pertolongan. Pengalaman ini akan melahirkan sensitivitas sosial dan meneguhkan solidaritas sosial. Maka ada etos berbagi untuk kepentingan memenuhi kebutuhan saudara-saudara yang wajib ditolong.

Ia menambahkan, Ramadhan diberi keistimewaan khusus oleh Allah SWT, di mana setiap amal kebaikan itu baginya kecuali puasa. Puasa langsung untuk Allah dan seluruh kebaikan akan dibalas oleh Allah. Amal kebaikan di bulan Ramadhan dilipat gandakan pahalanya. Ini bisa menjadi spirit untuk meningkatkan amal kebaikan, baik yang terkait hubungan ilahiyah maupun insaniyah.

"Puasa yang kita lakukan memiliki dua dimensi ibadah. Pertama, ibadah berdimensi ilahiyah atau dimensi Ketuhanan sebagai wujud ketundukan dan ketaatan (al-khudlu' wal inqiyadl) kita kepada Allah," jelas KH Asrorun.

Ia menerangkan, seorang Muslim tetap puasa karena tunduk dan patuh meski bisa makan dan minum. Atas dasar ketaatan dan komitmen ilahiyah itu seorang Muslim tidak makan dan minum sampai batas waktu yang ditentukan.

Kedua, ibadah yang berdimensi insniyah atau dimensi kemanusiaan. Seorang Muslim berkomitmen untuk berbagi dengan pendekatan partisipatoris. Muslim yang berpuasa juga merasakan kesulitan saudara-saudara yang membutuhkan pertolongan.

"Sehingga muncul panggilan jiwa untuk berbagi dan menumbuhkan solidaritas sosial dari hati sanubari, bukan motivasi ria dan popularitas diri," ujarnya.

KH Asrorun menambahkan, Rasulullah SAW menegaskan barang siapa yang tidak memberi perhatian terhadap masalah yang dihadapi umat Islam maka bukan termasuk golonganku. Maka mari jadikan Ramadhan momentum untuk latihan dan berbagi karena di bulan Ramadhan pahala dilipat gandakan.

"Jangan sampai kita masuk orang yang merugi, puasa hanya memperoleh lapar dan dahaga semata, tanpa rasa solidaritas sosial," kata KH Asrorun.