Sabtu 25 Apr 2020 06:58 WIB

Ini Cara Muslim di Australia Sambut Ramadhan

Ini Cara Muslim di Australia Sambut Ramadhan

Red:
Bendera Australia.
Foto: abc
Bendera Australia.

Pada Jumat (24/04), Muslim di Australia mulai menjalankan ibadah puasa, meski dengan cara yang berbeda karena banyaknya larangan terkait pandemi virus corona. Menurut mereka makna bulan suci tidaklah berubah.

Selama 30 hari ke depan, umat Islam di dunia, termasuk di Australia akan berpuasa dan sudah mempersiapkan diri untuk bulan Ramadan yang sepi dibandingkan biasanya.

Sulit dibayangkan Ramadan tanpa kegiatan sosial, tapi banyak warga Muslim di Australia menemukan cara untuk tetap menghadirkan suasana kebersamaan dari rumah masing-masing.

'Saatnya istirahat'

Untuk menyambut datangnya bulan Ramadan, sekelompok Muslim di Sydney menggelar acara online "Ramadan Re-Imagined", menampilkan ustaz ternama di dunia.

Salah satunya adalah Belal Assaad, imam dan ustaz asal Melbourne.

Menurutnya, dilihat dari pandangan Islam dan secara spiritual, pembatasan sosial yang berlaku di banyak negara saat ini harus dimaknai sebagai kesempatan untuk mengambil "time out" atau waktunya istirahat.

 

Ia yakin, Ramadan ditengah isolasi sebenarnya adalah waktu untuk belajar kesabaran dan ketulusan yang sebenarnya, bukan karena orang lain.

Belal mengingatkan umat Islam tak perlu khawatir karena tidak dapat ke masjid atau pertemuan sosial di bulan Ramadan tahun ini.

"Kita hanya perlu khawatir tentang hati kita dan cerminan siapa kita," kata Belal dalam ceramah online tersebut.

Menurutnya, ibadah tidak hanya dalam satu jenis saja, dan yang terpenting bagi umat Islam adalah karakter dan melayani orang lain, termasuk yang bukan Muslim.

Tidak bisa mengadakan kegiatan sosial selama Ramadan, seperti berbuka puasa, menurutnya malah menjadi sesuatu yang baik untuk dilakukan.

"Mungkin Allah ingin mengajari kita untuk tidak boros dalam mengkonsumsi makanan atau hanya pada aspek yang menghiburnya saja."

Sebagai gantinya, ia menyarankan agar setiap Muslim berbagi makanan dengan tetangga mereka.

Puasa sendirian di pedalaman Australia

 

Menurut Biro Statistik Australia, 2,6 persen penduduk di Australia mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim.

Artinya, ada sekitar 600.000 Muslim di Australia, yang mayoritas tinggal di kota-kota besar.

Tapi ada pula yang tinggal di kawasan pedalaman, seperti Yacoob Phillips, asal Brisbane yang kini tinggal di kota kecil Townsville, Queensland Utara.

"Bagi saya, pindah ke Queensland Utara adalah tantangan terbesar, karena setahun sebelum mendapat pekerjaan, saya baru saja masuk Islam," katanya.

Jarangnya umat Muslim di pedalaman membuat Yacoob sering pergi ke masjid terdekat untuk buka puasa bersama atau taraweh agar tetap merasakan kebersamaan.

Tapi dengan larangan pertemuan dan kegiatan sosial di Australia, Ramadan tahun ini akan penuh tantangan baginya.

"Bagi saya tak bisa ke masjid adalah salah satu tantangan tahun ini karena isolasi sosial dan COVID-19."

"Teman serumah saya adalah seorang Katolik yang taat, yang artinya saya bangun lebih awal, sahur sendirian, berbuka puasa sering sendirian juga," kata Yacoob.

Merayakan Ramadan pertama kalinya

 

Zahra Fielding, baru saja masuk Islam bulan Februari lalu, karenanya Ramadan tahun ini akan menjadi yang pertama kali baginya.

Zahra mengaku menemukan Islam lewat 'game online', dimana para pemain dari seluruh dunia bisa saling berhubungan dan bercakap-cakap.

Kemudian ia bertemu seorang perempuan Muslim asal Malaysia, yang ia tanya soal Islam dan kerudungnya.

"Saya selalu berpikir bahwa jilbab adalah tanda penindasan," katanya.

Zahra mengatakan ia tidak terlalu kecewa karena harus menghabiskan Ramadan pertamanya sendirian, hanya dengan kucingnya.

"Saya membeli buku harian Ramadan untuk mencatat puasa dan ibadah apa saja yang dilakukan," katanya kepada ABC.

Zahra juga berencana untuk berbuka puasa dengan teman-teman Muslimnya secara online untuk membantunya tidak merasa kesepian.

Tetap menemukan keberkahan Ramadan

 

Zeinab Mourad, yang tinggal di Melbourne, mengatakan menjalankan ibadah Ramadan dengan keluarga besarnya adalah hal yang paling ia rindukan tahun ini.

Terlebih saat Idul Fitri, biasanya ia bersama keluarga besarnya akan menyewa tempat karena banyaknya saudara yang hadir. Tapi tahun ini, tidak akan ada perayaan.

Baginya, pelarangan kegiatan sosial dan jauhnya jarak secara fisik dengan saudara-saudaranya tidak mengurangi semangat kebersamaan.

"Kami masih bisa berbagi melalui percakapan video," katanya kepada ABC News.

Zeinab juga melihat pandemi COVID-19 dan aturan 'social distancing' sebagai kesempatan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tanpa "gangguan apa pun".

"Ini merupakan berkah, karena kita dapat mencapai begitu banyak dan tidak ada alasan untuk tidak melakukannya," katanya.

"[Biasanya] saat Ramadan kita terganggu karena harus memasak, mengundang orang, atau juga sebaliknya diundang," ujar Zeinab.

Ia merasa meski pandemi virus corona telah membatalkan perayaan Ramadan dan Idul Fitri, tidak berarti maknanya hilang.

Artikel ini telah dirangkum dari laporan aslinya dalam Bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement