Umat Tarawih di Masjid, Muhammadiyah Prihatin

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah

Jumat 24 Apr 2020 12:37 WIB

Umat Tarawih di Masjid, Muhammadiyah Prihatin. Jamaah menunaikan ibadah tarawih pertama Ramadhan 1441 Hijriyah di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Kamis (23/4). Ibadah tarawih di Masjid Jogokariyan dilaksanakan khidmat dan ketat di tengah pandemi virus corona Foto: Wihdan Hidayat/ Republika Umat Tarawih di Masjid, Muhammadiyah Prihatin. Jamaah menunaikan ibadah tarawih pertama Ramadhan 1441 Hijriyah di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Kamis (23/4). Ibadah tarawih di Masjid Jogokariyan dilaksanakan khidmat dan ketat di tengah pandemi virus corona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski imbauan dan protokol sholat tarawih diadakan di rumah, nyatanya pada malam pertama tarawih masih ada umat Islam yang menunaikannya di masjid. Menanggapi ini, PP Muhammadiyah memberikan pandangannya.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti prihatin dengan adanya sebagian umat Islam yang memaksakan diri melaksanakan sholat tarawih di masjid atau mushala. "Saya prihatin meski jumlah mereka sedikit,” kata Abdul saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/4).

Baca Juga

Dia menjelaskan, setidaknya terdapat tiga alasan mengapa masih ada umat Islam yang melaksanakan sholat tarawih di luar rumah. Pertama, mereka merasa berada di zona hijau atau zona aman pandemi virus corona (Covid-19).

Kedua,  mereka memahami dan mengikuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan di zona aman boleh melaksanakan ibadah sebagaimana biasanya. Ketiga, mereka melaksanakan (sholat tarawih di masjid maupun mushala) dengan mematuhi protokol kesehatan dan social distancing.

Meski demikian, dia mengatakan, pelaksanaan sholat tarawih berjamaah di masjid maupun mushala tetap berisiko. Sebab penyebaran virus sudah sangat meluas sehingga tidak seharusnya masyarakat membuat penilaian sendiri.

"Tetap berisiko karena penyebaran Covid-19 sudah meluas,” ungkapnya.

Namun, sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia, pihaknya menyatakan PP Muhammadiyah merasa tidak perlu ada sanksi bagi mereka yang melaksanakan ibadah tarawih di masjid maupun mushala. Sebab jika dilakukan, maka hal itu dinilai hanya akan menimbulkan masalah baru.

Menurutnya, pendekatan hukum dalam bentuk sanksi tidak perlu. Yang paling penting, kata dia, harus tercipta peningkatan kualitas dan intensitas sosialisasi tentang beribadah dan beraktivitas di rumah. Hal ini dinilai perlu melibatkan berbagai lapisan masyarakat khususnya para tokoh masyarakat, agama, dan takmir masjid.

Dia menambahkan, sosialisasi mengenai pandemi Covid-19 diakui kurang tersampaikan secara intensif ke seluruh lapisan masyarakat. Apalagi saat ini menurutnya banyak masyarakat yang lebih mengikuti informasi dari media sosial.

“Sementara kita tahu banyak juga konten di media sosial yang melemahkan kampanye (informasi Covid-19) dengan alasan politik maupun agama,” ujarnya.

Di sisi lain dia menggarisbawahi masih banyak umat Islam yang belum mengenali perbedaan antara ibadah yang sesuai syariat dengan ibadah yang merupakan adat. Menurutnya, shalat tarawih sangat bisa dilaksanakan di rumah, pun juga bisa dilaksanakan di masjid maupun mushala (dalam kondisi normal).

Bahkan menurut riwayat Nabi Muhammad SAW, dia menjelaskan, Rasulullah lebih banyak melaksanakan shalat tarawih di rumah daripada di masjid. Di dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah perihal Rasulullah yang kerap menunaikan shalat tarawih di rumah.

Adapun hadisnya berbunyi: “An Aisyah anna Rasululallah SAW fil-masjidi dzata lailatin fashala bishalatihi nasun tsumma shalla minalpqabilati fakatsura an-nasu tsumma-jtama’uu minal-lailati as-tsalisati aw ar-rabiat falam yakhruj ilaihim Rasulullah SAW falamma ashbaha qala qad roaitu alladzi shona’tum falam yamna’ni minal-khuruji ilaikum illa anni khasyitu an tufrodho alaikum.”

Yang artinya: “Dari Aisyah, Rasulullah SAW melakukan sholat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali shalat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul (kembali), tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah.

Ketika pagi Rasulullah berkata: "Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada uzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir (sholat tarawih) diwajibkan (dihukumi wajib berjamaah di masjid).”

Dari sisi bahasa pun, makna tarawih bisa diartikan sebagai istirahat. Artinya, ibadah ini dapat dilaksanakan tidak dengan tergesa-gesa, santai, dan untuk merelaksasi tubuh dengan cara bersujud beribadah. Rasulullah sendiri sengaja pernah melakukan shalat tarawih di rumah untuk membaca bacaan surah panjang.

Sebab jika membaca bacaan surah panjang dalam shalat berjamaah pada tarawih dilakukan, Rasulullah khawatir tak semua jamaah memiliki kemampuan fisik yang prima. Itulah sisi lain alasan mengapa Rasulullah SAW melaksanakan tarawih di rumah.