Kamis 23 Apr 2020 10:01 WIB

Harga Naik Jelang Ramadhan, APPSI Sesalkan Sikap Jokowi

Lebih aneh bila presiden tidak tahu siapa yang bermain soal distribusi barang

Wakil Ketua DPP Partai Gerindra - Ferry Juliantono
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua DPP Partai Gerindra - Ferry Juliantono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ferry Juliantono, menyesalkan kecurigaan Presiden Joko Widodo terkait kenaikan harga berbagai kebutuhan bahan pokok menjelang Ramadhan dengan menyebut adanya permainan tidak bertanggung jawab yang sulit diketahui pihak-pihaknya. "Agak aneh kalau presiden masih pada tingkat curiga, padahal sudah jelas harga yang banyak melambung ini karena ada permainan dari mafia pasar yang mengatur distribusi barang atau produk yang berkongkalikong dengan jaringan pabrikan swasta," ujar Ferry yang juga merangkap Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, di Jakarta, Kamis (23/4).

Menurut Ferry, praktik kongkalikong ini terjadi bukan karena permintaan terhadap barang yang melonjak pesat, melainkan lebih diakibatkan adanya potensi suplai (pasokan) yang terganggu disertai terjadinya impor yang tersendat. "Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia pasar untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya, dengan menetapkan kenaikan mencapai 50 persen seperti pada harga gula yang biasanya di angka Rp 12 ribu sd Rp 12 ribu saat ini bisa mencapai Rp 19 ribu dan pemerintah tidak berdaya menghadapi mafia pasar," ujarnya.

Ferry mengatakan, kalangan pabrikan gula swasta itu sebenarnya sudah mempunyai jaringan distribusi dari tingkat grosir, distributor, hingga agen. Namun, dia menyesalkan pemerintah tidak memiliki kendali terhadap jaringan tersebut oleh karena peran pemerintah memang sengaja "melumpuhkan diri dari sejak hulunya sampai hilir".

"Sebagai dampaknya lebih serius lagi, pabrik gula justru mati satu per satu atau malah beralih dengan dikuasai pihak swasta. Sementara itu, pabrik milik pemerintah akibat mesinnya ada yang dibuat di zaman Belanda sehingga tidak efisien dan selalu kalah bersaing," kata Ferry menegaskan.

Bagi Ferrry, satu-satunya kekuasaan yang kini dimiliki pemerintah adalah menegakkan fungsi "aturan". Sayangnya, menurut dia, hal tersebut tidak digunakan karena para pejabat khawatir kehilangan "gula-gula" dari mafia.

"Jadi, menurut saya, lebih aneh bila presiden tidak tahu siapa yang bermain soal distribusi yang mempermainkan perut rakyat ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement